askumini tulisan sngat bagus,utamanya membuka cakrawala pemahaman tentang bid'ah,setau ane gada tradisi jahiliyah yg di islamkan,tapi napa para ulama kita dg mudahnya meng islamkan juga ukuran slah benarnya dlm ber islam adalah sunnah dan qu'an.jadi gasah nambah2lah,palagi bid'ah ko hasanah.lawong dah jelas setiap bid'ah itu dlolalah. afwan klo salah.
KirimPertanyaan . Jawaban-jawaban baru . Mengenal Islam Tentang Website . Petunjuk Pengguna . Kategori Tema Fiqih dan Usul Fiqih Usul fikih bidah bidah Membatalkan Mengikuti . 695 15-02-2015 Menghatamkan Al Qur'an, Apakah Perlu Dirayakan ?
Jawaban2: Memahami dengan benar [ุงูู
ุตุงูุญ ุงูู
ุฑุณูุฉ] "al-masholihul mursalah". Yang mendukung bid'ah hasanah kurang paham, sehingga menggiranya adalah bid'ah. Memang keduanya hampir mirip yaitu sama-sama kelihatannya hal yang baru dalam agama. Tetapi hakikatnya al-masholihul mursalah ada dalilnya dalam syariat. Bagi yang
PertanyaanSoal Bid'ah (1)Assalamu'alaikum wr. wb. Saya ingin menanyakan, bagaimana sikap kita bila di lingkungan tempat tinggal kita ini meskipun orang-orangnya. Soal Bid'ah - % Karena mereka belum tahu tentang pengetahuan agama secara dalam. Memahami Al-Qur'an dan Hadits serta praktek ibadah Nabi Saw, tidak
Mendapatpertanyaan tentang hal itu, Mahfud MD meminta agar tidak memprovokasi umat dengan isu Maulid Nabi bid'ah. Menurut dia, isu tersebut sudah usang dan tidak perlu untuk didiskusikan lagi. "Jangan memprovokasi dengan isu bid'ah. Itu sudah kuno dan tidak laku untuk didiskusikan," tulis Mahfud MD di akun Instagramnya, Selasa (20/11).
nbDQxE. Perkataan yang sering dikemukakan oleh sebagian orang ketika membidโahkan suatu amalan, โItu tidak pernah dilakukan oleh Nabi, dan para sahabat tidak pernah melakukannya. Seandainya itu perkara baik, niscaya mereka telah mendahului kita dalam melakukannya.โ Tark Tak Selalu Bermakna Tahrim Ketika Nabi tidak melakukan suatu halโdalam istilah ilmu Ushul Fiqh disebut โat-tarkโโ mengandung beberapa kemungkinan selain tahrim pengharaman. Mungkin saja Nabi tidak melakukan suatu hal hanya karena tidak terbiasa, atau karena lupa atau karena memang tidak terpikirkan sama sekali oleh beliau sebab sebagai manusia, Nabi yang suci dari dosa [maโshum] diliputi pula oleh keterbatasan fisik dan lingkungan kulturalโred, atau karena takut hal tersebut difardlukan atas umatnya sehingga memberatkan atau karena hal tersebut sudah masuk dalam keumuman sebuah ayat atau hadits atau kemungkinan-kemungkinan yang lain. Jelas bahwa tidak mungkin Nabi bisa melakukan semua hal yang dianjurkan, karena begitu sibuknya beliau dengan tugas-tugas dakwah, kemasyarakatan atau kenegaraan. Jadi, hanya karena Nabi tidak melakukan sesuatu lalu sesuatu itu diharamkan, ini adalah istinbath yang keliru. Demikian juga ketika para ulama salaf tidak melakukan suatu hal itu mengandung beberapa kemungkinan. Mungkin saja mereka tidak melakukannya karena kebetulan saja, atau karena menganggapnya tidak boleh atau menganggapnya boleh tetapi ada yang lebih afdlal sehingga mereka melakukan yang lebih afdlal, dan beberapa kemungkinan lain. Jika demikian halnya at-tark tidak melakukan saja tidak bisa dijadikan dalil, karena kaidah mengatakan ู
ูุง ุฏูุฎููููู ุงูุงุญูุชูู
ูุงูู ุณูููุทู ุจููู ุงูุงุณูุชูุฏููุงููู "Dalil yang mengandung beberapa kemungkinan tidak bisa lagi dijadikan dalil untuk salah satu kemungkinan saja tanpa ada dalil lain". Oleh karena itu al Imam asy-Syafi'i mengatakan ููููู ู
ูุง ูููู ู
ูุณูุชูููุฏู ู
ููู ุงูุดููุฑูุนู ููููููุณู ุจูุจูุฏูุนูุฉู ูููููู ููู
ู ููุนูู
ููู ุจููู ุงูุณูููููู "Setiap perkara yang memiliki sandaran dari syara' bukanlah bid'ah meskipun tidak pernah dilakukan oleh ulama salaf." Jadi, perlu diketahui bahwa ada sebuah kaidah ushul fiqh ุชูุฑููู ุงูุดููููุกู ูุงู ููุฏูููู ุนูููู ู
ูููุนููู "Tidak melakukan sesuatu tidak menunjukkan bahwa sesuatu tersebut terlarang". At-tark yang dimaksud adalah ketika Nabi tidak melakukan sesuatu atau salaf tidak melakukan sesuatu, tanpa ada hadits atau atsar lain yang melarang untuk melakukan sesuatu yang ditinggalkan tersebut yang menunjukkan keharaman atau kemakruhannya. Jadi at-tark saja tidak menunjukkan keharaman sesuatu. At-tark saja jika tidak disertai nash lain yang menunjukkan bahwa al-matruk dilarang bukanlah dalil bahwa sesuatu itu haram, paling jauh itu menunjukkan bahwa meninggalkan sesuatu itu boleh. Sedangkan bahwa sesuatu itu dilarang tidak bisa dipahami dari at-tark saja, tetapi harus diambil dari dalil lain yang menunjukkan pelarangan, jika tidak ada berarti tidak terlarang dengan dalil at-tark saja. Perlu diketahui bahwa pengharaman sesuatu hanya bisa diambil dari salah satu di antara tiga hal ada 1 nahy larangan, atau 2 lafazh tahrim atau 3 dicela dan diancam pelaku suatu perbuatan dengan dosa atau siksa. Karena at-tark tidak termasuk dalam tiga hal ini berarti at-tark bukan dalil pengharaman. Karena itulah Allah berfirman ููู
ูุขุกูุงุชูุงููู
ู ุงูุฑููุณูููู ููุฎูุฐูููู ููู
ูุงููููุงููู
ู ุนููููู ููุงูุชููููุง Maknanya "..Apa yang diberikan Rasulullah kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlahโฆ" al Hasyr 7 Allah tidak menyatakan ููู
ูุง ุขุชูุงููู
ู ุงูุฑููุณููููู ููุฎูุฐููููู ููู
ูุง ุชูุฑููููู ููุงููุชูููููุง ุนููููู "Apa yang diberikan Rasulullah kepadamu maka terimalah dia dan apa yang ditinggalkannya maka tinggalkanlah." Al Imam Abu Sa'id ibn Lubb mengatakan "ููุงูุชููุฑููู ููููุณู ุจูู
ูููุฌูุจู ููุญูููู
ู ููู ุฐููููู ุงููู
ูุชูุฑููููู ุฅููุงูู ุฌูููุงุฒู ุงูุชููุฑููู ููุงููุชูููุงุกู ุงููุญูุฑูุฌู ููููููุ ููุฃูู
ููุง ุชูุญูุฑูููู
ู ุฃููู ููุตููููู ููุฑูุงููููุฉู ุจูุงููู
ูุชูุฑููููู ูููุงูุ ูููุงู ุณููููู
ูุง ููููู
ูุง ูููู ุฃูุตููู ุฌูู
ูููููู ู
ูุชูููุฑููุฑู ู
ููู ุงูุดููุฑูุนู ููุงูุฏููุนูุงุกู". "Jadi at-tark tidak memiliki akibat hukum apa pun terhadap al Matruk kecuali hanya kebolehan meninggalkan al Matruk dan ketiadaan cela dalam meninggalkan hal tersebut. Sedangkan pengharaman atau pengenaan kemakruhan terhadap al Matruk itu tidak ada padanya, apalagi dalam hal yang tentangnya terdapat dalil umum dan global dari syara' seperti doa misalnya". Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Syarh al Bukhari ููุงูู ุงุจููู ุจูุทููุงูู ููุนููู ุงูุฑููุณููููู ุฅูุฐูุง ุชูุฌูุฑููุฏู ุนููู ุงูููุฑูุงุฆููู โููููุฐูุง ุชูุฑููููู- ูุงู ููุฏูููู ุนูููู ููุฌูููุจู ููุชูุญูุฑูููู
ู "Ibnu Baththal mengatakan, Perbuatan Rasulullah jika tidak ada qarinah konteks, red lain โdemikian pula tark-nyaโtidak menunjukkan kewajiban dan keharamanโ." Kitab Fathul Bari, 9/14 Jadi perkataan al Hafizh Ibnu Hajar "ููููุฐูุง ุชูุฑููููู" menunjukkan bahwa at-tark saja mujarrad at-tark tidak menunjukkan pengharaman. Perihal Tuntutan โMana Dalilnya?โ Sebagian kalangan sering mengatakan ketika melihat orang melakukan suatu amalan, โIni tidak ada dalilnya!โ, dengan maksud tidak ada ayat atau hadits khusus yang berbicara tentang masalah tersebut. Pertama, dalam ushul fiqh dijelaskan bahwa jika sebuah ayat atau hadits dengan keumumannya mencakup suatu perkara, itu menunjukkan bahwa perkara tersebut masyru'. Jadi keumuman ayat atau hadits adalah dalil syar'i. Dalil-dalil umum tersebut adalah seperti ููุงููุนููููุง ุงููุฎูููุฑู ููุนููููููู
ู ุชูููููุญูููู Maknanya โDan lakukan kebaikan supaya kalian beruntungโ al Hajj 77 Jadi dalil yang umum diberlakukan untuk semua cakupannya. Kaidah mengatakan ุงูุนูุงู
ูู ููุนูู
ููู ุจููู ูููู ุฌูู
ูููุนู ุฌูุฒูุฆููููุงุชููู "Dalil yang umum diterapkan digunakan dalam semua bagian-bagian cakupannya." Ini sangat bertentangan dengan kebiasaan sebagian orang. Sebagian orang tidak menganggap cukup sebagai dalil dalam suatu masalah tertentu bahwa hal tersebut dicakup oleh keumuman sebuah dalil. Mereka selalu menuntut dalil khusus tentang masalah tersebut. Sikap seperti ini sangat berbahaya dan bahkan bisa mengantarkan kepada kekufuran tanpa mereka sadari. Karena jika setiap peristiwa atau masalah disyaratkan untuk dikatakan masyru' dan tidak disebut sebagai bid'ah bahwa ada dalil khusus tentangnya, niscaya akan tidak berfungsi keumuman Al-Qur'an dan Sunnah dan tidak sah lagi berdalil dengan keumuman tersebut. Ini artinya merobohkan sebagian besar dalil-dalil syar'i dan mempersempit wilayah hukum dan itu artinya bahwa syari'at ini tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan tentang hukum peristiwa-peristiwa yang terus berkembang dengan berkembangnya zaman. Ini semua adalah akibat-akibat yang bisa mengantarkan kepada penghinaan dan pelecehan terhadap syari'at, padahal jelas penghinaan terhadap syari'at merupakan kekufuran yang sangat nyata. Kedua, dalam menetapkan hukum suatu permasalahan tidak diharuskan ada banyak dalil; berupa beberapa ayat atau beberapa hadits misalnya. Jika memang sudah ada satu hadits saja, misalnya, dan para mujtahid menetapkan hukum berdasarkan hadits tersebut maka hal itu sudah cukup. Ketiga, dalam beristidlal sering dijumpai adanya hadits yang diperselisihkan status dan kehujjahannya di kalangan para ulama hadits sendiri. Perbedaan penilaian terhadap suatu hadits inilah salah satu faktor penyebab terjadinya perbedaan pendapat di kalangan para ulama mujtahid. Seandainya bukan karena hal ini, niscaya para ulama tidak akan berbeda pendapat dalam sekian banyak masalah furuโ dalam bab ibadah dan muโamalah. Oleh karenanya, jika ada hadits yang statusnya masih diperselisihkan di kalangan para ahli maka sah-sah saja jika kita mengikuti salah seorang ulama hadits, apalagi jika yang kita ikuti betul-betul ahli di bidangnya seperti Ibnu Hibban, Abu Dawud, at-Tirmidzi, al Hakim, al Bayhaqi, an-Nawawi, al Hafizh Ibnu Hajar, as-Sakhawi, as-Suyuthi dan semacamnya. Karena memang menurut para ulama hadits sendiri, hadits itu ada yang muttafaq ala shihhatihi dan ada yang mukhtalaf fi shihhatihi Lihat as-Suyuthi, al-Hawi lil Fataawi 2/210, Risalah Bulugh al Maโmul fi Khidmah ar-Rasul. Dari penjelasan ini diketahui bahwa jika ada sebagian kalangan yang mengira bahwa hanya mereka yang mengetahui hadits yang sahih dan hanya mereka yang memiliki hadits yang sahih, hadits yang ada pada mereka saja yang sahih dan semua hadits yang ada pada selain mereka tidak sahih, maka orang seperti ini betul-betul tidak mengerti tentang apa yang dia katakan. Orang seperti ini tidak tahu menahu tentang ilmu hadits dan para ahli hadits yang sebenarnya. Hati-hati Terperosok! Ada sebuah kaidah yang sangat penting dalam beristidlalโorang yang tidak mengetahuinya bisa terperosok dalam kesesatan mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah atau sebaliknya. Al Hafizh al Faqih al Khathib al Baghdadi menyebutkan kaidah tersebut dalam kitab al-Faqih wal Mutafaqqih h. 132 ููุฅูุฐูุง ุฑูููู ุงูุซููููุฉู ุงููู
ูุฃูู
ููููู ุฎูุจูุฑูุง ู
ูุชููุตููู ุงูุฅูุณูููุงุฏู ุฑูุฏูู ุจูุฃูู
ูููุฑู" ุซูู
ูู ููุงูู "ููุงูุซููุงูููู ุฃููู ููุฎูุงูููู ููุตูู ุงููููุชูุงุจู ุฃููู ุงูุณููููููุฉู ุงููู
ูุชูููุงุชูุฑูุฉู ููููุนูููู
ู ุฃูููููู ูุงู ุฃูุตููู ูููู ุฃููู ู
ูููุณูููุฎูุ ููุงูุซููุงููุซู ุฃููู ููุฎูุงูููู ุงูุฅูุฌูู
ูุงุนู ููููุณูุชูุฏูููู ุนูููู ุฃูููููู ู
ูููุณูููุฎู ุฃููู ูุงู ุฃูุตููู ููููุ ูุฃูููููู ูุงู ููุฌูููุฒู ุฃููู ูููููููู ุตูุญูููุญูุง ุบูููุฑู ู
ูููุณูููุฎู ููุชูุฌูู
ูุนู ุงูุฃูู
ููุฉู ุนูููู ุฎููุงููููู "Jika seorang perawi yang tsiqah ma'mun terpercaya meriwayatkan hadits yang bersambung sanadnya, hadits itu bisa tertolak karena beberapa hal. Kemudian beliau mengatakan Kedua hadits tersebut menyalahi nash Al-Qurโan, hadits mutawatir, sehingga dari sini diketahui bahwa hadits tersebut sebenarnya tidak memiliki asal atau mansukh telah dihapus dan tidak berlaku lagi. Ketiga hadits tersebut menyalahi ijma', sehingga itu menjadi petunjuk bahwa hadits tersebut sebenarnya mansukh atau tidak memiliki asal, karena tidak mungkin hadits tersebut sahih dan tidak mansukh lalu umat sepakat untuk menyalahinya". Orang yang tidak mengetahui kaidah ini bisa mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah, seperti sebagian orang yang mengaku mujtahid di masa kini yang mengharamkan bagi perempuan untuk memakai perhiasan emas yang berbentuk lingkaran adz-Dzahab al Muhallaq seperti cincin, gelang, kalung, anting dan semacamnya. Pengharaman itu dikarenakan ia menemukan beberapa hadits yang sahih menurutnya yang mengharamkan perhiasan emas tersebut. Padahal hadits-hadits tersebut sebenarnya menyalahi nash Al-Qur'an seperti firman Allah ุฃููู ู
ูู ููููุดููุคูุง ููู ุงููุญูููููุฉู ูููููู ููู ุงููุฎูุตูุงู
ู ุบูููุฑู ู
ูุจูููู Maknanya "Dan apakah patut menjadi anak Allah orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran". az-Zukhruf 18 Hadits-hadits tersebut juga menyalahi ijma' sehingga dengan begitu diketahui bahwa hadits tersebut telah dinasakh telah dihapus dan tidak berlaku lagi. Al Hafizh al Bayhaqi mengatakan ูููุฐููู ุงูุฃูุฎูุจูุงุฑู ุฃููู ูููู ุงูุฅูุจูุงุญูุฉู ููู
ูุง ููุฑูุฏู ูููู ู
ูุนูููุงููุง ุชูุฏูููู ุนูููู ุฅูุจูุงุญูุฉู ุงูุชููุญูููููู ุจูุงูุฐููููุจู ููููููุณูุงุกูุ ููุงุณูุชูุฏูููููููุง ุจูุญูุตููููู ุงูุฅูุฌูู
ูุงุนู ุนูููู ุฅูุจูุงุญูุชููู ููููููู ุนูููู ููุณูุฎู ุงูุฃูุฎูุจูุงุฑู ุงูุฏููุงูููุฉู ุนูููู ุชูุญูุฑูููู
ููู ููููููููู ุฎูุงุตููุฉู "Jadi hadits-hadits ini dan semacamnya menunjukkan dibolehkannya berhias dengan emas bagi perempuan, dan kita menjadikan adanya ijma' atas kebolehan permpuan memakai perhiasan emas sebagai dalil bahwa hadits-hadits yang mengharamkan emas bagi perempuan secara khusus telah dinasakh" Lebih lanjut lihat Syekh Abdullah al Harari, Sharih al Bayan, 2/20-22. Anehnya, di sisi lain, orang-orang semacam ini ketika bertemu dengan hadits yang bertentangan dengan pendapat mereka, dengan mudah mereka mengklaim bahwa hadits tersebut mansukh atau khusus berlaku bagi Nabi tanpa ada dalil yang menunjukkan nasakh atau-pun khushushiyyah. Tetapi dalam hal yang oleh para ulama ditegaskan ada nasikh mereka tidak mau mengikutinya sambil berlagak menegakkan dan membela sunnah Nabi. Teladan Toleransi Ulama Salaf Dalam bidang furuโ tidak pernah salah seorang dari para ulama mujtahid mengklaim bahwa dirinya saja yang benar dan selainnya sesat. Mereka tidak pernah mengatakan kepada mujtahid lain yang berbeda pendapat dengan mereka bahwa anda sesat dan haram orang mengikuti anda. Umar bin al Khaththab tidak pernah mengatakan hal itu kepada Ali bin Abi Thalib ketika mereka berbeda pendapat, demikian pula sebaliknya Ali tidak pernah mengatakan hal seperti itu kepada Umar. Demikian pula para ulama ahli ijtihad yang lain seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Syafiโi, Ahmad bin Hanbal, Ibnu al Mundzir, Ibnu Jarir ath-Thabari dan lainnya. Mereka juga tidak pernah melarang orang untuk mengikuti mazhab orang lain selama yang diikuti memang seorang ahli ijtihad. Mereka juga tidak pernah berambisi mengajak semua umat Islam untuk mengikuti pendapatnya. Mereka tahu betul bahwa perbedaan dalam masalah-masalah furuโ telah terjadi sejak awal di masa para sahabat Nabi dan mereka tidak pernah saling menyesatkan atau melarang orang untuk mengikuti salah satu di antara mereka. Dalam berbeda pendapat, mereka berpegang pada sebuah kaidah yang disepakati ูุงู ููููููุฑู ุงููู
ูุฎูุชููููู ูููููู ููุฅููููู
ูุง ููููููุฑู ุงููู
ูุฌูู
ูุนู ุนููููููู โTidak diingkari orang yang mengikuti salah satu pendapat para mujtahid dalam masalah yang memang diperselisihkan hukumnya mukhtalaf fih di kalangan mereka, melainkan yang diingkari adalah orang yang menyalahi para ulama mujtahid dalam masalah yang mereka sepakati hukumnya mujmaโ alayhi.โ Lihat as-Suyuthi, al-Asybaah wa an-Nazha-ir, h. 107, Syekh Yasin al Fadani, al-Fawa-id al-Janiyyah, h. 579-584 Maksud dari kaidah ini bahwa jika para ulama mujtahid berbeda pendapat tentang suatu permasalahan, ada yang mengatakan wajib, sunnah atau makruh, haram, atau boleh dan tidak boleh, maka tidak dilarang seseorang untuk mengikuti salah satu pendapat mereka. Tetapi jika hukum suatu permasalahan telah mereka sepakati, mereka memiliki pendapat yang sama dan satu tentang masalah tersebut maka tidak diperbolehkan orang menyalahi kesepakatan mereka tersebut dan mengikuti pendapat lain atau memunculkan pendapat pribadi yang berbeda. Wallahu a'lam. Ustadz Nur Rohmad, Dewan Pakar Aswaja NU Center PCNU Kabupaten Mojokerto
Oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin Mungkin ada di antara pembaca yang bertanya Bagaimanakah pendapat anda tentang perkataan Umar bin Khatab Radhiyallahu Anhu setelah memerintahkan kepada Ubay bin Kaโab dan Tamim Ad-Dari agar mengimami orang-orang di bulan Ramadhan. Ketika keluar mendapatkan para jamaโah sedang berkumpul dengan imam mereka, beliau berkata โinilah sebaik-baik bidโah โฆ. dstโ. Jawabannya. Pertama. Bahwa tak seorangpun di antara kita boleh menentang sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, walaupun dengan perkataan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali atau dengan perkataan siapa saja selain mereka. Karena Allah Taโala berfirman โArtinya Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedihโ. [An-Nuur 63]. Imam Ahmad bin Hambal berkata โTahukah anda, apakah yang dimaksud dengan fitnah ?. Fitnah, yaitu syirik. Boleh jadi apabila menolak sebagian sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam akan terjadi pada hatinya suatu kesesatan, akhirnya akan binasaโ. Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata โHampir saja kalian dilempar batu dari atas langit. Kukatakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, tapi kalian menentangnya dengan ucapan Abu Bakar dan Umarโ. Kedua. Kita yakin kalau Umar Radhiyallahu anhu termasuk orang yang sangat menghormati firman Allah Taโala dan sabda Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Beliaupun terkenal sebagai orang yang berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, sehingga tak heran jika beliau mendapat julukan sebagai orang yang selalu berpegang teguh kepada kalamullah. Dan kisah perempuan yang berani menyanggah pernyataan beliau tentang pembatasan mahar maskawin dengan firman Allah, yang artinya โ โฆ sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak โฆโ [An-Nisaa 20] bukan rahasia lagi bagi umum, sehingga beliau tidak jadi melakukan pembatasan mahar. Sekalipun kisah ini perlu diteliti lagi tentang keshahihahnya, tetapi dimaksudkan dapat menjelaskan bahwa Umar adalah seorang yang senantiasa berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, tidak melanggarnya. Oleh karena itu, tak patut bila Umar Radhiyallahu anhu menentang sabda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan berkata tentang suatu bidโah โInilah sebaik-baik bidโahโ, padahal bidโah tersebut termasuk dalam kategori sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam โSetiap bidโah adalah kesesatanโ. Akan tetapi bidโah yang dikatakan oleh Umar, harus ditempatkan sebagai bidโah yang tidak termasuk dalam sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersebut. Maksudnya adalah mengumpulkan orang-orang yang mau melaksanakan shalat sunat pada malam bulan Ramadhan dengan satu imam, di mana sebelumnya mereka melakukannya sendiri-sendiri. Sedangkan shalat sunat ini sendiri sudah ada dasarnya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana dinyatakan oleh Sayyidah Aisyah Radhiyallahu anha berkata โNabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan qiyamul lail bersama para sahabat tiga malam berturut-turut, kemudian beliau menghentikannnya pada malam keempat, dan bersabda โArtinya Sesungguhnya aku takut kalau shalat tersebut diwajibkan atas kamu, sedanghkan kamu tidak mampu untuk melaksanakannyaโ. [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]. Jadi qiyamul lail shalat malam di bulan Ramadhan dengan berjamaah termasuk sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Namun disebut bidโah oleh Umar Radhiyallahu anhu dengan pertimbangan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam setelah menghentikannya pada malam keempat, ada di antara orang-orang yang melakukannya sendiri-sendiri, ada yang melakukannya secara berjamaโah dengan orang banyak. Akhirnya Amirul Muโminin Umar Radhiyallahu anhu dengan pendapatnya yang benar mengumpulkan mereka dengan satu imam. Maka perbuatan yang dilakukan oleh Umar ini disebut bidโah, bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang sebelum itu. Akan tetapi sebenarnya bukanlah bidโah, karena pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dengan penjelasan ini, tidak ada suatu alasan apapun bagi ahli bidโah untuk menyatakan perbuatan bidโah mereka sebagai bidโah hasanah. Mungkin juga di antara pembaca ada yang bertanya Ada hal-hal yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, tetapi disambut baik dan diamalkan oleh umat Islam, seperti; adanya sekolah, penyusunan buku, dan lain sebagainya. Hal-hal baru seperti ini dinilai baik oleh umat Islam, diamalkan dan dipandang sebagai amal kebaikan. Lalu bagaimana hal ini, yang sudah hampir menjadi kesepakatan kaum Muslimin, dipadukan dengan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam โSetiap bidโah adalah kesesatan ?โ. Jawabnya Kita katakan bahwa hal-hal seperti ini sebenarnya bukan bidโah, melainkan sebagai sarana untuk melaksanakan perintah, sedangkan sarana itu berbeda-beda sesuai tempat dan zamannya. Sebagaimana disebutkan dalam kaedah โSarana dihukumi menurut tujuannyaโ. Maka sarana untuk melaksanakan perintah, hukumnya diperintahkan ; sarana untuk perbuatan yang tidak diperintahkan, hukumnya tidak diperintahkan ; sedang sarana untuk perbuatan haram, hukumnya adalah haram. Untuk itu, suatu kebaikan jika dijadikan sarana untuk kejahatan, akan berubah hukumnya menjadi hal yang buruk dan jahat. Firman Allah Taโala. โArtinya Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuanโ. [Al-Anโaam 108]. Padahal menjelek-jelekkan sembahan orang-orang yang musyrik adalah perbuatan hak dan pada tempatnya. Sebaliknya, mejelek-jelekan Rabbul Alamien adalah perbuatan durjana dan tidak pada tempatnya. Namun, karena perbuatan menjelek-jelekkan dan memaki sembahan orang-orang musyrik menyebabkan mereka akan mencaci maki Allah, maka perbuatan tersebut dilarang. Ayat ini sengaja kami kutip, karena merupakan dalil yang menunjukkan bahwa sarana dihukumi menurut tujuannya. Adanya sekolah-sekolah, karya ilmu pengetahuan dan penyusunan kitab-kitab dan lain sebagainya walaupun hal baru dan tidak ada seperti itu pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, namun bukan tujuan, tetapi merupakan sarana. Sedangkan sarana dihukumi menurut tujuannya. Jadi seandainya ada seseorang membangun gedung sekolah dengan tujuan untuk pengajaran ilmu yang haram, maka pembangunan tersebut hukumnya adalah haram. Sebaliknya, apabila bertujuan untuk pengajaran ilmu syarโi, maka pembangunannya adalah diperintahkan. Jika ada pula yang mempertanyakan Bagaimana jawaban anda terhadap sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. โArtinya Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti meniru perbuatannya itu ..โ. โSannaโ di sini artinya membuat atau mengadakan. Jawabnya Bahwa orang yang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang menyatakan pula โSetiap bidโah adalah kesesatanโ. yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dan tidak mungkin sabda beliau sebagai orang yang jujur dan terpercaya ada yang bertentangan satu sama lainnya, sebagaimana firman Allah juga tidak ada yang saling bertentangan. Kalau ada yang beranggapan seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali. Anggapan tersebut terjadi mungkin karena dirinya yang tidak mampu atau karena kurang jeli. Dan sama sekali tidak akan ada pertentangan dalam firman Allah Subhanahu wa Taโala atau sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyatakan โman sanna fil islaamโ, yang artinya โBarangsiapa berbuat dalam Islamโ, sedangkan bidโah tidak termasuk dalam Islam ; kemudian menyatkan โsunnah hasanahโ, berarti โSunnah yang baikโ, sedangkan bidโah bukan yang baik. Tentu berbeda antara berbuat sunnah dan mengerjakan bidโah. Jawaban lainnya, bahwa kata-kata โman sannaโ bisa diartikan pula โBarangsiapa menghidupkan suatu sunnahโ, yang telah ditinggalkan dan pernah ada sebelumnya. Jadi kata โsannaโ tidak berarti membuat sunnah dari dirinya sendiri, melainkan menghidupkan kembali suatu sunnah yang telah ditinggalkan. Ada juga jawaban lain yang ditunjukkan oleh sebab timbulnya hadits diatas, yaitu kisah orang-orang yang datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan mereka itu dalam keadaan yang amat sulit. Maka beliau menghimbau kepada para sahabat untuk mendermakan sebagian dari harta mereka. Kemudian datanglah seorang Anshar dengan membawa sebungkus uang perak yang kelihatannya cukup banyak, lalu diletakkannya di hadapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Seketika itu berseri-serilah wajah beliau dan bersabda. โArtinya Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti meniru perbuatannya itu ..โ. Dari sini, dapat dipahami bahwa arti โsannaโ ialah melaksanakan mengerjakan, bukan berarti membuat mengadakan suatu sunnah. Jadi arti dari sabda beliau โMan Sanna fil Islaami Sunnatan Hasananโ, yaitu โBarangsiapa melaksanakan sunnah yang baikโ, bukan membuat atau mengadakannya, karena yang demikian ini dilarang. berdasarkan sabda beliau โKullu bidโatin dhalaalahโ. [Disalin dari buku Al-Ibdaaโ fi Kamaalisy Syarโi wa Khatharil Ibtidaaโ edisi Indonesia Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bidโah karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, penerjemah Ahmad Masykur MZ, terbitan Yayasan Minhajus Sunnah, Bogor โ Jabar] Sumber Filed under Sunni
In a hadith, Prophet Muhammad Saw said, โevery bidโah is a going astray.โ Some people understand that the bidโah in the hadith is anything new in Islam which is never done by the Prophet. This paper attempts to probe the concept of bidโah in the hadith. After searching several books of hadiths, apparently there are some cases that occurred during the period companions of the Prophet and afterwards in which showing the companionโs creativity in worship, but the worship practice has never been done by the Prophet and had never been ordered to do. Nevertheless, the Prophet accepted it and gave it high appreciation since the new things were in accordance to Islamic teachings. On the other hand, there was also something new in religious matters conducted by some companions. Because it contradicts the teachings of Islam, the Prophet refused and banned it. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Ilmu Ushuluddin, Januari 2016, hlm. 63-72 Vol. 15, No. 1 ISSN 1412-5188 MENELISIK KONSEP BIDโAH DALAM PERSPEKTIF HADIS Muhammad Arabiy Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari Banjarmasin Diterima tanggal 3 Januari 2016 / Disetujui tanggal 7 Februari 2016 Abstract In a hadith, Prophet Muhammad Saw said, โevery bidโah is a going astray.โ Some people understand that the bidโah in the hadith is anything new in Islam which is never done by the Prophet. This paper attempts to probe the concept of bidโah in the hadith. After searching several books of hadiths, apparently there are some cases that occurred during the period companions of the Prophet and afterwards in which showing the companionโs creativity in worship, but the worship practice has never been done by the Prophet and had never been ordered to do. Nevertheless, the Prophet accepted it and gave it high appreciation since the new things were in accordance to Islamic teachings. On the other hand, there was also something new in religious matters conducted by some companions. Because it contradicts the teachings of Islam, the Prophet refused and banned it. Kata kunci Sunnah Nabi, Sunnah khulafรข al-rรขsyidรฎn, umศr muhdatsah, bidโah. Pendahuluan Sudah dimaklumi bersama bahwa hadis adalah sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qurโan. Oleh karena itu, untuk memperoleh pengetahuan tentang agama Islam yang benar diperlukan pemahaman yang benar terhadap hadis, sebagaimana dibutuhkan pemahaman yang sahih terhadap al-Qurโan. Jika tidak, maka bisa terjadi kesalahan dalam memahami hadis yang berakibat kekeliruan dalam pengamalan aplikasi hadis tersebut. Bahkan bisa menyalahkan orang lain yang berbeda pemahaman. Dalam upaya memperoleh pemahaman yang benar terhadap hadis, ulama telah menyebutkan beberapa kaidah atau ketentuan dhawรขbith.Di antaranya ialah mengumpulkan hadis-hadis yang berbicara tentang satu cara ini, akan diperoleh pemahaman yang utuh tidak parsial terkait tema dimaksud. Misalnya hadis tentang bidโah. Sebagian orang hanya mengambil satu hadis, sehingga pemahamannya tentang bidโah menjadi sempit. Menurutnya, segala perkara baru dalam hal ibadah yang tidak ada pada masa Nabi itu adalah bidโah. Hadis dimaksud misalnya perkataan Nabi Saw ๎พ๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎ฌ๎๎ฅ๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎๎
๎ธ๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎จ๎๎๎ข๎
๎๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎น๎๎๎๎๎๎๎๎น๎ข๎๎ฏ๎๎ก๎๎พ๎
๎ฆ๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ท๎๎๎๎พ๎๎ป๎๎๎๎ง๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎
๎๎๎ ๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎
๎ผ๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎
๎๎พ๎
๎ ๎๎ฅ๎๎ข๎๎ง๎ข๎๎ด๎๎ฌ๎
๎ป๎ก๎๎๎๎ฏ๎ก๎๎
๎๎ฐ๎๎๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎
๎๎๎ด๎๎ ๎๎ง๎๎๎๎ฌ๎๎ผ๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎จ๎๎ผ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ข๎๎จ๎๎ด๎๎ผ๎๎ณ๎ก๎๎๎๎บ๎๎๎พ๎๎๎ก๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎
๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ธ๎๎ณ๎ก๎๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎๎ข๎๎๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ผ๎ณ๎ข๎๎ฅ๎๎๎
๎ถ๎๎ฏ๎ข๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฉ๎ข๎๎ฏ๎๎พ๎
๎ธ๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎ณ๎ก๎๎๎
๎น๎๎๎๎ง๎๎๎
๎ฒ๎๎ฏ๎๎๎๎จ๎๎ฏ๎๎พ๎
๎ธ๎๎ท๎๎๎๎จ๎๎๎
๎พ๎๎ฅ๎๎๎
๎น๎๎๎๎๎๎๎
๎ฒ๎๎ฏ๎๎๎๎จ๎๎๎
๎พ๎๎ฅ๎๎๎๎จ๎๎ณ๎ข๎๎ด๎๎๎ฎ๎๎พ๎ณ๎๎ป๎๎๎ต๎ข๎ท๎๎ก๎๎พ๎
ง๎๎๎บ๎๎๎๎ข๎ฅ๎๎ ๎ณ๎ก๎๎บ๎ฅ๎๎จ๎๎๎ข๎๎Selengkapnya lihat Yศsuf al-Qaradhawiy, al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah Kairo Maktabah Wahbah, 1991 M/1411 H, 115-207. Yศsuf al-Qaradhawiy, al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah, 128. Abศ Abdillรขh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal al-Syaibรขniy, Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syuaib al-Arnรขuth Beirut Muassat al-Risรขlah, 2001 M/1421 H, No. 17144. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 โAku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan mendengar serta mematuhi pemimpin meskipun ia seorang budak dari Habasyah. Barangsiapa di antara kalian yang masih hidup setelah wafatku, niscaya ia akan melihat perbedaan yang banyak. Maka tetaplah berpegang kepada sunnahku dan sunnah khulafรข al-rรขsyidรฎn yang diberi petunjuk. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham peganglah erat-erat, dan jauhi perkara-perkara baru, karena tiap-tiap perkara baru itu ialah bidโah, dan setiap bidโah itu adalah sesat.โ Di dalam buku al-Sunan wa al-Mubtadaรขt disebutkan bahwa setiap bidโah yang terkait dengan agama adalah sesat. Bidโah dalam masalah agama dibagi menjadi empat macam pertama, al-bidaโ al-mukaffirah bidโah yang menyebabkan kafir, misalnya berdoa kepada selain Allah, seperti kepada para Nabi dan orang-orang shalih dan meminta pertolongan kepada mereka. Kedua, al-bidaโ al-muharramah bidโah yang diharamkan, misalnya bertawassul kepada Allah melalui orang yang telah meninggal, meminta doa mereka, menyalakan lampu di atas kuburan mereka. Ketiga, al-bidaโ al-makrศhah tahrรฎm, misalnya shalat zuhur setelah shalat Jumโat, membaca al-Qurโan dengan imbalan atau khataman yang dilakukan untuk orang yang sudah meninggal, berkumpul untuk melakukan doa bersama pada malam nishfu Syaโban dan pada malam maulid. Keempat, al-bidaโ al-makrศhah tanzรฎh, misalnya berjabat tangan setelah shalat, menggantungkan kain di atas mimbar, membaca doa รขsyศrรข, doa awal dan akhir redaksi hadis di atas diketahui bahwa setiap perkara baru bidโah itu sesat. Namun ada banyak hal-hal baru yang dilakukan oleh para sahabat berdasarkan ijtihad mereka, baik ketika Nabi masih hidup atau setelah wafat, yang kemudian disetujui oleh Nabi dan para sahabat, bahkan diberikan apresiasi. Yang jadi pertanyaan, hal-hal baru yang bagaimana yang dianggap sesat menurut hadis di atas? Bagaimana sikap Nabi Saw. dan al-Khulafรข al-Rรขsyidรฎn sesudahnya dalam menanggapi perkara-perkara baru? Konsep Sunnah dan Bidโah Berdasarkan Hadis Nabi Untuk mengetahui konsep bidah perlu dikenal lebih dulu makna sunnah, karena dua term ini merupakan sesuatu yang berlawanan berdasarkan hadis di atas. Dalam sebuah pernyataan dikatakan โ๎ ๎ข๎๎๎๎ก๎๎
๎๎ฌ๎ซ๎๎ข๎ฟ๎พ๎๎ฅโ๎ Adapun makna sunnah secara bahasa ๎ช๎๎๎๎ atau ๎จ๎ฌ๎๎๎ atau ๎ง๎
๎ yaitu cara atau jalan atau sejarah. Makna tersebut juga sesuai dengan yang dimaksud di dalam hadis-hadis ๎พ๎๎
๎บ๎๎ธ๎๎ง๎๎๎๎ค๎๎ฃ๎๎๎๎๎
๎บ๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎ผ๎๎๎๎๎๎๎
๎๎๎ด๎๎ง๎๎๎๎ผ๎๎ท๎ฎโSiapa saja yang tidak suka dengan cara hidupku maka ia tidak termasuk golonganku.โ ๎พ๎๎๎บ๎๎ ๎๎ฆ๎๎ฌ๎๎ฌ๎๎ณ๎๎๎๎บ๎๎ผ๎๎๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎ด๎
๎ฆ๎๎ซ๎๎ก๎๎๎
๎ฆ๎๎๎๎๎๎๎
๎ฆ๎๎๎๎ฅ๎๎ข๎๎๎ก๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎๎ก๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎
๎๎๎ณ๎๎ก๎๎๎ฐ๎๎ด๎๎๎๎๎๎๎
๎ธ๎๎ณ๎๎๎๎ค๎๎๎๎๎๎ฝ๎๎๎ธ๎๎ฌ๎๎ฐ๎๎ด๎๎๎๎ณ๎ฎ๎๎๎ข๎๎ผ๎๎ด๎๎ซ๎๎ข๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎๎ฝ๎๎๎๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎พ๎๎๎๎
๎บ๎๎ธ๎๎ง๎ฎMuhammad Abd al-Salรขm Khadir al-Syaqรฎriy, al-Sunan wa al-Mubtadaโรขt al-Mutaโalliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber Jakarta Qisthi Press, 2005, 4-5. Abศ al-Husayn Ahmad bin Fรขris al-Rรขziy, Mujam Maqรขyรฎs al-Lughah Beirut Dรขr al-Fikr, 1979 M/1399 H, jld III 61.; Ahmad bin Aliy bin Hajar al-Asqalรขniy, Fath al-Bรขriy Beirut Dรขr al-Marifah, 1379 H, jld I 134. Abศ Abdillรขh Muhammad bin Ismรขรฎl al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy Damaskus Dรขr Thauq al-Najรขh, 1422 H, Kitรขb al-Nikรขh Bab Anjuran Menikah No. 5063. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb Ahรขdรฎts al-Anbiyรข, Bab Tentang Bani Israil No. 3456. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโah โKalian akan mengikuti cara langkah orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk dalam lubang biawak pun akan kalian ikuti. Kami para sahabat bertanya kepada Nabi Apakah Yahudi dan Nasrani yang kau maksud? Nabi bersabda siapa lagi.โ ๎พ๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎ต๎ข๎๎ด๎
๎๎๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎จ๎๎ผ๎๎๎๎๎๎จ๎๎ผ๎๎๎๎ท๎๎๎๎ฒ๎๎ธ๎๎ ๎๎ง๎๎ข๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎ฝ๎๎พ๎
๎ ๎๎ฅ๎๎๎๎ค๎๎ฌ๎๎ฏ๎๎๎๎พ๎๎ณ๎๎๎๎ฒ๎๎ฐ๎๎ท๎๎๎๎๎
๎ณ๎๎๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎๎ฒ๎๎ธ๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎ฅ๎๎ข๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎
๎ผ๎๎๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎
๎ถ๎๎ฟ๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎ ๎
๎๎๎๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎ต๎ข๎๎ด๎
๎๎๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎จ๎๎ผ๎๎๎๎๎๎จ๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎ธ๎๎ ๎๎ง๎๎ข๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎ฝ๎๎พ๎
๎ ๎๎ฅ๎๎๎๎ค๎๎ฌ๎๎ฏ๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎ฐ๎๎ท๎๎๎๎๎
๎๎๎๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎๎ฒ๎๎ธ๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎ฅ๎๎ข๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎
๎ผ๎๎๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎
๎ถ๎๎ฟ๎๎๎ก๎๎๎
๎๎๎๎๎๎๎ ๎
๎๎๎๎ฎโSiapa saja yang memulai melakukan suatu kebaikan lalu kebaikan tersebut ditiru oleh orang lain maka ia diberikan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa kurang sedikit pun. Sebaliknya, siapa yang yang memulai melakukan perbuatan yang tidak baik lalu ditiru oleh orang lain maka ia diberikan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa kurang sedikit pun.โ Secara umum sunnah berarti cara Nabi dalam berbuat ๎ฒ๎ ๎ง, meninggalkan suatu perbuatan ๎ญ๎๎ซ, menerimanya ๎ฑ๎๎ฆ๎ซ, atau menolaknya ๎ฝ๎. Sunnah di sini bukan sinonim dari hadis sebagaimana istilah para ahli hadis atau lawan dari wajib sebagaimana istilah para ahli bidโah berasal dari bahasa Arab yaitu dari akar kata ๎๎พ๎ฅ yang berarti melakukan sesuatu yang belum ada contoh sebelumnya. Jadi kata bidโah menurut bahasa mempunyai makna yang umum, yaitu segala sesuatu yang baru. Makna tersebut berbeda dengan istilah syaraโ. Menurut hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Irbadh bin Sรขriyah di atas bahwa bidโah ialah lawan dari sunnah. Dengan demikian, segala sesuatu yang baru dalam agama Islam jika itu tidak bertentangan dengan sunnah, maka itu tidak termasuk bidโah. Oleh karena itu, perlu diketahui lebih dulu bagaimana sunnah Nabi dan sunnah Khulafรข al-Rรขsyidรฎn dalam menghadapi segala perkara baru, yang di dalam hadis di atas umat Islam diperintahkan oleh Nabi untuk mengikutinya, sehingga bisa diketahui konsep bidโah yang sesat. Tanggapan Nabi terhadap Perkara-Perkara Baru Di dalam kitab-kitab hadis terdapat banyak sekali kejadian-kejadian yang menunjukkan kreatifitas para sahabat dalam beribadah. Hal itu dilakukan berdasarkan ijtihad dari masing-masing mereka. Sebagian dari kreasi tersebut ada yang diterima bahkan mendapat pujian dari Nabi Saw karena sesuai dengan ajaran Islam, meskipun ada juga yang ditolak oleh beliau karena bertentangan dengan ajaran Islam. Berikut ini beberapa kejadian tersebut 1. Persetujuan Nabi terhadap penambahan zikir dalam shalat yang dilakukan oleh sahabat ๎๎
๎บ๎๎๎๎๎๎จ๎๎๎ข๎๎ง๎๎๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎๎๎ง๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎ซ๎๎๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎ข๎๎ผ๎๎ฏ๎๎๎
๎ด๎๎๎๎ป๎๎ข๎๎ท๎
๎๎๎๎๎๎๎ ๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎ข๎๎ธ๎๎ด๎๎ง๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎๎จ๎๎ ๎๎ฏ๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎พ๎๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎
๎บ๎๎ธ๎๎ณ๎๎๎๎ฝ๎๎พ๎๎ธ๎๎ท๎๎๎ฎ๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎ฒ๎๎ณ๎๎๎๎๎๎ฝ๎๎ ๎ก๎๎๎๎๎๎๎ข๎๎ผ๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎ณ๎๎๎๎พ๎
๎ธ๎๎ธ๎๎ณ๎ก๎๎ก๎๎พ๎
๎ธ๎๎ท๎๎ก๎๎
๎๎ฐ๎๎ฏ๎๎ข๎๎ฆ๎๎๎๎๎๎ข๎๎ฏ๎๎๎ข๎๎ฆ๎๎ท๎๎๎๎พ๎๎๎ง๎๎ข๎๎ธ๎๎ด๎๎ง๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎
๎ป๎ก๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎พ๎
๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎พ๎๎๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎ฐ๎๎ฌ๎๎ธ๎๎ณ๎ก๎๎๎ข๎๎จ๎๎ป๎๎๎ฎ๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎ฒ๎๎ณ๎๎๎ณ๎ก๎๎๎ข๎๎ป๎๎๎๎ข๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎พ๎๎๎๎
๎พ๎๎ฌ๎๎ณ๎๎๎๎ช๎
๎๎๎๎๎๎๎๎๎จ๎๎ ๎
๎๎๎ฅ๎๎๎๎
๎๎ฏ๎ข๎๎ด๎๎ฏ๎๎๎๎ข๎๎ฐ๎๎ด๎๎ท๎๎ข๎๎๎๎ป๎๎๎๎๎พ๎๎ฌ๎
๎ฆ๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎๎๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎ฆ๎๎ฌ๎๎ฐ๎๎๎๎ข๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎ฎ๎ฑ๎ข๎ซ๎๎ฌ๎๎ก๎ช๎๎๎ฝ๎ฝ๎ข๎ผ๎๎๎๎ถ๎๎ธ๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎๎
๎๎ข๎ผ๎ฆ๎ณ๎ก๎๎Abศ al-Husayn Muslim bin al-Hajjรขj al-Naisรขbศriy, Shahรฎh Muslim Beirut Dรขr Ihyรข al-Turรขts, Kitรขb al-Ilm No. 1017. Abdullรขh Mahfศz al-Haddรขd, al-Sunnat wa al-Bidah Damaskus Dรขr al-Qalam, 1992 M/1413 H, 28. Ibnu Fรขris, Mujam Maqรขyรฎs al-Lughah, jilid I 209. Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, No. 18996. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 Dari Rifรขah bin Rรขfiโ al-Zuraqiy Ra berkata โSuatu hari kami shalat di belakang Nabi Saw. Ketika Nabi bangkit dari rukuโ beliau mengucapkan ๎๎๎๎ธ๎๎ณ๎๎๎
๎ก๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎ฝ๎๎พ๎๎ธ๎๎ท๎๎
๎บ lalu seorang laki-laki di belakangnya mengucapkan ๎๎๎พ๎๎๎ง๎๎ข๎๎ฏ๎๎๎ข๎๎ฆ๎๎ท๎๎ข๎๎ฆ๎๎๎๎๎๎ก๎๎
๎๎ฐ๎๎ฏ๎๎ก๎๎พ๎
๎ธ๎๎ท๎๎๎๎พ๎
๎ธ๎๎ธ๎๎ณ๎ก๎๎๎ฎ๎๎ณ๎๎ข๎๎ผ๎๎ฅ๎๎ . Setelah selesai shalat Nabi bertanya โSiapa yang membaca kalimat tadi?โ Laki-laki tadi menjawab saya wahai Rasulullรขh. Nabi bersabda โSungguh saya telah melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berebut untuk mencatat kalimat tersebut.โ Hadis ini menunjukkan adanya kreatifitas seorang sahabat perihal zikir ketika shalat. Dalam hal ini, Nabi tidak menyalahkannya. Sebaliknya beliau justru menyampaikan kabar gembira kepada sahabat tersebut, karena hal baru yang dilakukannya itu tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. 2. Persetujuan Nabi terhadap pengkhususan satu surah yang selalu dibaca oleh sahabat ketika shalat ๎๎๎๎๎
๎บ๎๎๎๎๎พ๎
๎ผ๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎ณ๎ข๎๎ท๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎๎ป๎๎๎
๎ถ๎๎๎๎ณ๎๎ข๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎๎๎ถ๎๎ฌ๎๎ฌ๎๎ง๎ก๎๎ข๎๎ธ๎
๎ด๎๎ฏ๎๎๎น๎ข๎๎ฏ๎๎๎๎๎๎ ๎ข๎๎ฆ๎๎ซ๎๎๎พ๎๎ด๎
๎๎๎ท๎๎๎๎ง๎๎
๎ถ๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎ข๎๎๎
๎ป๎๎๎ก๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎ฒ๎๎ณ๎๎๎๎๎น๎ข๎๎ฏ๎๎๎๎
๎ผ๎๎ท๎๎๎ก๎๎๎๎จ๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎พ๎๎ท๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎ฒ๎๎ฌ๎๎ฅ๎๎๎ถ๎๎ฌ๎๎ฌ๎๎ง๎ก๎๎๎พ๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎๎ข๎๎ธ๎๎ท๎๎๎ง๎๎๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ง๎๎
๎ฒ๎๎ฏ๎๎๎๎ง๎๎๎ฎ๎๎ณ๎๎ฟ๎๎๎๎๎ผ๎
๎๎๎๎๎๎น๎ข๎๎ฏ๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎ ๎๎ท๎๎๎๎๎
๎ป๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎ถ๎๎ฏ๎๎๎ข๎๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎ฎ๎๎๎๎๎
๎ด๎๎ซ๎๎ข๎๎๎๎ป๎๎๎๎๎๎๎๎ซ๎๎๎๎๎๎ถ๎๎ฏ๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎ณ๎ก๎๎๎ฝ๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎ถ๎๎ฌ๎๎ฌ๎๎จ๎๎ซ๎๎๎ฎ๎๎ป๎๎๎๎๎ก๎๎๎ณ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎พ๎๎ฅ๎ข๎๎ธ๎
๎๎๎๎๎๎พ๎๎ธ๎
๎ด๎๎ฐ๎๎ง๎๎๎๎จ๎๎ ๎๎ฏ๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎ซ๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎
๎ป๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎ซ๎๎๎๎ข๎๎๎๎๎๎๎ช๎๎ด๎๎ ๎๎ง๎๎๎ฎ๎๎ณ๎๎๎๎ฅ๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎น๎๎๎๎
๎ถ๎๎ฌ๎
๎ฆ๎๎ฆ๎
๎ท๎๎๎๎๎น๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎ฏ๎๎๎ข๎๎ฌ๎๎ฅ๎๎ข๎๎ป๎๎๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎๎
๎ป๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎ซ๎๎๎๎๎ข๎๎๎๎๎๎พ๎๎ซ๎๎๎น๎๎๎๎๎น๎
๎๎๎๎๎๎๎ก๎๎๎ป๎ข๎๎ฏ๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎ฌ๎๎ฏ๎๎๎๎ซ๎๎
๎ถ๎๎ฌ๎
๎ฟ๎๎๎๎ฏ๎๎๎น๎๎๎๎๎ซ๎๎๎๎ข๎๎ธ๎๎ด๎๎ง๎๎๎๎ฝ๎๎๎
๎๎๎ฃ๎๎
๎ถ๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎น๎๎๎๎ก๎๎๎ฟ๎๎๎๎ฏ๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎๎๎ด๎๎๎๎ง๎๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎พ๎๎ป๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎
ฌ๎ก๎๎๎ฝ๎๎๎๎๎ฆ๎
๎ป๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎ถ๎๎ฟ๎ข๎พ๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎น๎๎๎๎ง๎๎ข๎๎๎๎๎จ๎๎ ๎๎ฏ๎๎๎๎
๎ฒ๎๎ฏ๎๎๎๎ง๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎ณ๎ก๎๎๎ฝ๎๎๎๎ฟ๎๎๎ต๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎ฎ๎๎ด๎๎ธ๎
๎ธ๎๎๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎ฅ๎ข๎๎ธ๎
๎๎๎๎๎๎พ๎๎ฅ๎๎๎ญ๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎ข๎๎ท๎๎๎ฒ๎๎ ๎๎จ๎๎ซ๎๎๎น๎๎๎๎๎ฎ๎๎ ๎๎ผ๎
๎ธ๎๎๎๎ฎ๎๎๎ง๎๎๎ข๎๎๎๎ฆ๎๎ท๎๎๎๎๎๎ป๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎พ๎๎๎จ๎๎ผ๎๎
ช๎ก๎๎๎ฎ๎๎ด๎๎ป๎
๎ฝ๎๎๎๎ข๎๎ฟ๎ข๎๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎ฆ๎๎ท๎ฎ๎Dari Anas bin Mรขlik ra โAda seorang laki-laki dari kalangan Anshรขr yang selalu menjadi imam di Mesjid Qubรข. Setiap kali menjadi imam dia selalu membaca surah al-ikhlรขs sebelum membaca surah yang lain. Para jamaโah pun menegurnya Baca surah itu saja atau baca surah yang lain. Ia pun menjawab Saya tidak akan meninggalkan surah tersebut. Jika kalian suka saya akan terus menjadi imam dengan cara tersebut, jika kalian tidak suka saya berhenti jadi imam. Namun mereka tidak mau yang lain menggantikannya karena menurut mereka dia yang paling utama di antara mereka. Ketika Nabi datang bertemu mereka, hal ini disampaikan kepada beliau. Nabi pun bertanya kepada imam tadi โWahai Fulan, alasan apa yang membuat engkau terus membaca surah itu dan tidak menerima permintaan sahabat-sahabatmu?โ Dia menjawab Saya suka cinta kepada surah tersebut. Nabi bersabda โCintamu kepada surah tersebut dapat membawamu masuk ke surga.โ Hadis ini menunjukkan adanya kreatifitas sahabat terkait bacaan surah ketika shalat. Dalam hal ini Nabi tidak melarangnya. Pernyataan Nabi โkecintaanmu kepada surah yang selalu dibaca itu bisa membawamu ke surgaโ menunjukkan persetujuan Nabi terhadap kreatifitasnya itu. Meski begitu, cara yang selalu dipraktekkan Nabi sunnah tsรขbitah terkait bacaan surah itulah yang lebih utama untuk diikuti dalam Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Adzรขn Bab Mengumpulkan Dua Surah Dalam Satu Rakaโat, No. 774. Ibnu Hajar al-Asqalรขniy, Fath al-Bรขriy Beirut Dรขr al-Marifah, 1379 H, jld 2258. Al-Haddรขd, al-Sunnat wa al-Bidah, 35. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโah 3. Persetujuan Nabi terhadap kreatifitas para sahabat dalam membuat majlis zikir ๎๎๎จ๎๎ฌ๎๎ด๎๎ท๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎จ๎๎๎๎๎ข๎๎ ๎๎ท๎๎๎ฑ๎๎๎๎ป๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎
๎๎๎
๎พ๎๎ผ๎๎ณ๎ก๎๎๎พ๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎
๎บ๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎๎ฏ๎๎๎๎ป๎๎ข๎๎ผ๎
๎๎๎ด๎๎ณ๎๎๎ก๎๎๎ณ๎ข๎๎ซ๎๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎๎๎ด๎
๎ณ๎๎๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎พ๎๎ด๎
๎๎๎ธ๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ง๎๎๎๎ฐ๎๎จ๎๎ด๎
๎ธ๎๎ฌ๎
๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎ณ๎๎๎๎ป๎๎๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎ญ๎ก๎๎ฟ๎๎ข๎
๎ณ๎๎๎๎ข๎๎ผ๎๎๎๎ด๎
๎ณ๎๎๎๎ข๎๎ท๎๎๎
๎ก๎๎๎๎๎ก๎๎๎ณ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎ญ๎ก๎๎ฟ๎๎ข๎
๎ณ๎๎๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎๎๎ด๎
๎ณ๎๎๎๎ข๎๎ท๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎๎๎
๎ผ๎๎ธ๎๎ฅ๎๎๎พ๎๎ท๎๎๎๎๎น๎ข๎๎ฏ๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎ณ๎๎๎จ๎๎ธ๎
๎๎๎ซ๎๎
๎ถ๎๎๎๎ฌ๎๎ณ๎๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎
๎น๎๎๎๎๎๎๎๎๎ผ๎๎ท๎๎ข๎๎ฐ๎๎๎พ๎๎ท๎๎๎พ๎
๎ผ๎๎๎๎
๎ฒ๎๎ซ๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎จ๎๎ฌ๎๎ด๎๎ท๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎ป๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎พ๎๎ฅ๎ข๎๎ธ๎
๎๎๎๎พ๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎๎๎ด๎
๎ณ๎๎๎๎ข๎๎ท๎๎ฎ๎๎๎ธ๎
๎ธ๎๎ป๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎๎ฏ๎๎๎๎ป๎๎ข๎๎ผ๎
๎๎๎ด๎๎ณ๎๎๎ก๎๎๎ณ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎ข๎๎ผ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎พ๎๎ฅ๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎๎๎๎ต๎ข๎๎ด๎
๎๎๎๎๎ด๎๎ณ๎๎ข๎๎ป๎ก๎๎พ๎๎ฟ๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎ฝ๎๎พ๎พ๎๎ข๎๎ท๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎๎๎๎ญ๎ก๎๎ฟ๎๎ข๎
๎ณ๎๎๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎๎๎ด๎
๎ณ๎๎๎๎ฎ๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎ญ๎ก๎๎ฟ๎๎ข๎
๎ณ๎๎๎๎ข๎๎ผ๎๎๎๎ด๎
๎ณ๎๎๎๎ข๎๎ท๎๎๎
๎ก๎๎๎๎๎ก๎๎๎ณ๎ข๎๎ซ๎พ๎๎๎ฒ๎๎๎๎
๎ฆ๎๎ณ๎๎๎๎ป๎ข๎๎ซ๎๎๎๎๎พ๎๎ผ๎๎ฐ๎๎ณ๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎ณ๎๎๎จ๎๎ธ๎
๎๎๎ซ๎๎
๎ถ๎๎ฐ๎๎จ๎๎ด๎
๎ธ๎๎ฌ๎
๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎ณ๎๎๎๎ป๎๎๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎
๎ป๎๎๎๎ง๎๎๎จ๎๎ฐ๎๎๎ข๎๎ด๎๎ธ๎๎ณ๎ก๎๎๎ถ๎๎ฐ๎๎ฅ๎๎๎๎ฟ๎ข๎๎ฆ๎๎๎๎
๎ฒ๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎
๎น๎๎๎๎๎๎ป๎๎๎๎ฆ๎ฎ๎Dari Abศ Saโรฎd al-Khudriyy berkata โMuโawiyah ra melihat satu halaqah di Mesjid, lalu ia bertanya Apa yang mendorong kalian untuk berkumpul? Orang-orang yang ada di halaqah itu menjawab Kami berkumpul di sini untuk berzikir kepada Allah. Muโawiyah mempertegas Sumpah tidak ada niat lain? Demi Allah tidak ada niat yang lain jawab mereka. Kata Muโawiyah Aku meminta kalian bersumpah bukan karena menuduh kalian. Tidak ada yang lebih sedikit punya hadis dibandingkan aku. Sesungguhnya Rasulullรขh Saw pernah melihat satu halaqah di Mesjid, lalu ia bertanya โApa yang mendorong kalian untuk berkumpul?โ Orang-orang yang ada di halaqah itu menjawab Kami berkumpul di sini untuk berzikir kepada Allah dan memuji-Nya atas hidayah dan niโmat yang telah diberikan-Nya kepada kami. โSumpah tidak ada niat lain?โ Demi Allah tidak ada niat yang lain jawab mereka. Nabi bersabda โSungguh Aku meminta kalian bersumpah bukan karena menuduh kalian, tetapi Jibrรฎl as tadi datang dan memberi kabar kepada saya bahwa Allah Swt membanggakan kalian di hadapan para Malaikat-Nya.โ Hadis ini menunjukkan adanya ijtihad para sahabat dalam membuat perkumpulan untuk berzikir kepada Allah. Perbuatan mereka pun disetujui oleh Nabi bahkan mereka mendapatkan kabar gembira dari Malaikat Jibril bahwa Allah Swt membanggakan mereka di kalangan Malaikat-Nya. Itulah cara sunnah Nabi dalam menanggapi segala perkara baru. Selama itu semua tidak bertentangan dengan dengan nash-nash agama dan tidak menyebabkan mudarat, maka itu tidak termasuk bidโah yang sesat, apalagi jika itu bersumber dari tuntunan agama meskipun secara umum, misalnya firman Allah ๎๎๎ฒ๎
ซ๎ก๎๎๎น๎๎ธ๎ด๎จ๎ซ๎๎ถ๎ฐ๎ด๎ ๎ณ๎๎
๎
ฌ๎ก๎๎ก๎๎ด๎ ๎ง๎ก๎๎๎๎๎โKerjakanlah kebaikan agar kamu beruntung.โ QS. Al-Hajj 77. ๎๎๎ง๎๎ฌ๎ฆ๎ณ๎ก๎๎๎ฉ๎ก๎
๎
ฌ๎ก๎๎ก๎๎ฌ๎ฆ๎ฌ๎๎ข๎ง๎๎๎๎๎โBerlomba-lombalah kalian dalam kebaikan.โ QS. Al-Baqarah 148. ๎๎๎ข๎๎๎๎ฃ๎ก๎๎ท๎๎ก๎๎๎ก๎
๎ฐ๎ฏ๎๎ก๎๎ฏ๎ฟ๎๎
๎ก๎๎ก๎๎๎ฏ๎ฟ๎ก๎๎ก๎๎ผ๎ท๎๎๎บ๎๎๎ณ๎ก๎๎ข๎๎๎๎๎ โHai orang-orang yang beriman, berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya.โ QS. Al-Ahzab 41. Muslim bin al-Hajjรขj, Shahรฎh Muslim, Kitรขb al-Dzikr, Bab Keutamaan Berkumpul Untuk Membaca al-Qurโan dan Dzikir No. 2701. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 4. Penolakan Nabi terhadap kreatifitas Abศ Isrรขรฎl ๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎ก๎๎๎๎
๎ข๎๎ฆ๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎ข๎๎ผ๎
๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎
๎ผ๎๎๎๎ก๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎ฒ๎๎ณ๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎ถ๎๎๎ข๎๎ซ๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎พ๎
๎ผ๎๎๎๎ก๎๎๎ณ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎๎๎ก๎๎๎
๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ป๎๎๎๎น๎๎๎๎๎๎ต๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎ ๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ฒ๎๎๎๎ฌ๎
๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎ฐ๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎ต๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎พ๎๎๎๎๎ฝ๎
๎๎๎ท๎๎๎๎ด๎๎ง๎๎
๎ถ๎
๎ด๎๎ฐ๎๎ฌ๎๎๎๎๎
๎ฒ๎๎๎๎ฌ๎
๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎
๎พ๎๎ ๎๎ฌ๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎ถ๎๎ฌ๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎พ๎๎ท๎
๎๎๎๎ฎDari Ibnu Abbรขs ra bercerita โKetika Nabi Saw sedang menyampaikan khutbah, ada seorang laik-laki yang sedang berdiri. Lalu Nabi bertanya tentang laki-laki tersebut. Para sahabat menjawab Dia adalah Abศ Isrรขรฎl. Dia bernadzar puasa sambil berdiri dan tidak duduk, tidak bernaung, dan tidak berbicara. Nabi bersabda โPerintahkan kepadanya untuk berbicara, bernaung, dan duduk, serta selesaikan puasanya.โ Di dalam hadis ini, Nabi melarang perbuatan Abศ Isrรขรฎl yang melakukan puasa namun tidak berbicara, tidak bernaung dari panas matahari, dan tidak duduk. Ijtihadnya ini dilarang oleh Nabi karena dapat menyebabkan kemudaratan. Ibnu Hajar berkomentar Segala sesuatu yang tidak ada petunjuknya dari al-Qurโan atau sunnah jika mendatangkan kemudaratan bagi manusia meskipun tidak langsung seperti berjalan untuk ibadah tanpa alas kaki, atau duduk di bawah terik matahari maka itu tidak termasuk ketaatan kepada Allah, dan nadzar dengan hal itu dianggap tidak Penolakan Nabi terhadap ijtihad Muรขdz bin Jabal ๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ผ๎ด๎๎ณ๎๎๎พ๎๎ด๎๎๎๎๎ต๎ข๎๎๎ณ๎ก๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎ฟ๎ข๎๎ ๎๎ท๎๎๎ต๎๎พ๎๎ซ๎๎ข๎๎ธ๎๎ณ๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎๎ง๎
๎๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎พ๎
๎ฆ๎๎๎๎
๎บ๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎ง๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎พ๎๎๎ฟ๎ข๎๎ ๎๎ท๎๎ข๎๎๎๎ก๎๎๎๎ฟ๎๎ข๎๎ท๎๎ฎ๎๎๎ฅ๎๎๎๎
๎ถ๎๎๎๎ฌ๎๎จ๎๎ซ๎ข๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎น๎๎๎พ๎๎ด๎
๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎๎๎ฌ๎๎ฌ๎๎ง๎ก๎๎๎๎ง๎๎๎ต๎ข๎๎๎ณ๎ก๎๎๎ช๎
๎๎๎ซ๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎ฎ๎๎ฅ๎๎๎ฎ๎๎ณ๎๎ฟ๎๎๎ฒ๎๎ ๎๎จ๎๎ป๎๎๎น๎๎๎๎๎๎๎๎จ๎๎ป๎๎๎๎ง๎๎๎ฉ๎
๎ฝ๎๎ฝ๎๎๎๎ง๎๎๎
๎ถ๎๎๎๎ฌ๎๎ซ๎๎๎ข๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎พ๎๎๎ณ๎๎๎พ๎๎ด๎
๎๎๎ซ๎๎๎น๎๎๎๎๎ง๎๎๎
๎๎๎ธ๎๎ณ๎ก๎๎๎ฉ๎
๎๎๎ท๎๎๎๎ณ๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎
๎๎๎ค๎๎ณ๎๎๎พ๎๎ด๎
๎๎๎๎๎๎น๎๎๎๎ก๎๎พ๎๎ท๎๎๎๎ก๎๎๎๎ท๎๎๎๎ช๎
๎ผ๎๎ฏ๎๎
๎๎๎ณ๎๎๎๎ป๎๎๎๎ง๎๎๎ก๎๎๎ด๎๎ ๎๎จ๎๎ซ๎๎ข๎๎ด๎๎ง๎๎๎ณ๎
๎๎๎๎๎๎ข๎๎โฆ๎ฎ ๎๎ช๎ฌ๎๎ก๎๎ฑ๎ข๎ซ ๎ฝ๎
๎ค๎ณ๎๎ถ๎๎ธ๎๎Dari Abdullรขh bin Abรฎ Aufรข ra berkata โKetika Muโรขdz ra datang dari Syรขm dia sujud kepada Nabi Saw. Nabi bertanya Ada apa ini wahai Muโรขdz? Muโรขdz menjawab Tatkala saya datang ke negeri Syรขm kebetulan para penduduknya sedang sujud kepada para pendeta dan penguasa, maka aku ingin melakukan yang demikian itu kepadamu wahai Rasศlullรขh. Nabi bersabda โJangan lakukan. Kalau aku menyuruh seseorang untuk sujud kepada selain Allรขh maka akan kuperintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya....โ Hadis ini menceritakan adanya keinginan sahabat Nabi Muรขdz bin Jabal untuk sujud kepada Nabi. Keinginannya itu ditolak oleh Nabi karena hal itu bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan bahwa sujud hanya dibolehkan kepada Allah Swt. 6. Penolakan Nabi terhadap ijtihad Juairiyah bint al-Hรขrits ๎๎
๎บ๎๎๎๎๎๎จ๎๎๎๎๎
๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎ช๎
๎ผ๎๎ฅ๎๎๎๎ญ๎๎๎ข๎๎
ซ๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎ข๎๎๎
๎ผ๎๎๎๎๎
๎น๎๎๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎ป๎๎ฝ๎๎ข๎๎๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ต๎
๎๎๎๎๎๎๎จ๎๎ ๎๎ธ๎๎
ช๎ก๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎จ๎๎ธ๎๎๎ข๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎พ๎๎๎ช๎
๎ธ๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ท๎๎๎ฎ๎๎๎๎
๎ช๎๎ณ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎พ๎๎๎๎๎บ๎๎๎พ๎๎๎๎๎ซ๎๎๎๎๎๎๎น๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎ซ๎๎๎ก๎๎พ๎๎ฃ๎๎ฎ๎๎
๎ช๎๎ณ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎พ๎๎๎
๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎ง๎ฎDari Juairiyah bint al-Hรขrits ra, โbahwasanya Nabi Saw pernah menemuinya pada hari Jumโat, sedangkan dia Juairiyah sedang berpuasa. Nabi bertanya โApakah kamu berpuasa kemarin? Dia menjawab tidak. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Aymรขn wa al-Nudzศr Bab Nadzar Terhadap Sesuatu Yang Tidak Dimiliki dan Dalam Kemaksiatan No. 6704. Al-Asqalรขniy, Fath al-Bรขriy, jld 11 h. 590. Ibnu Mรขjah Abศ Abdillรขh Muhammad bin Yazรฎd al-Qazwainiy, Sunan Ibni Mรขjah, tahqรฎq Syuโaib al-Arnรขuth Damaskus Dรขr al-Risรขlah, 2009 M/1430 H, Bab Hak Suami Dari Istri No. 1853. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Shaum Bab Puasa pada Hari Jumโat, No. 1986. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโah Nabi bertanya lagi โApakah kamu ingin berpuasa besok? Dia menjawab tidak. Sabda Nabi โKalau begitu berbukalah.โ Hadis ini menunjukkan adanya kreatifitas umm al-Muโminรฎn Juairiyah bint al-Hรขrits dengan berpuasa pada hari Jumโat tanpa disertai hari sebelumnya atau sesudahnya. Perbuatannya ini dilarang oleh Nabi Saw karena bertentangan dengan hadis sahih yang disepakati oleh Imam al-Bukhรขriy dan Imam Muslim dari Abศ Hurairah ra. Nabi Saw bersabda ๎พ๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎ฏ๎๎พ๎๎ท๎๎๎๎๎๎ต๎
๎๎๎๎๎๎๎จ๎๎ ๎๎ธ๎๎
ช๎ก๎๎ข๎
๎ณ๎๎๎๎ข๎๎ท๎
๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎ด๎
๎ฆ๎๎ซ๎๎๎
๎๎๎๎๎๎๎ฝ๎๎พ๎
๎ ๎๎ฅ๎ฎโJanganlah seseorang diantara kalian berpuasa pada hari Jumโat kecuali desertai dengan puasa sebelumnya Kamis atau sesudahnya Sabtu.โ ๎พ๎ข๎๎ณ๎๎ก๎๎๎๎๎ฌ๎
๎ผ๎๎ซ๎๎๎๎จ๎๎ด๎
๎๎๎ณ๎๎๎๎จ๎๎ ๎๎ธ๎๎ด๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ต๎ข๎๎๎๎ฌ๎๎ฅ๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎๎บ๎
๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎ณ๎ข๎๎๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎ข๎๎ณ๎๎๎๎ก๎๎๎๎๎ผ๎๎ซ๎๎๎๎ต๎
๎๎๎๎๎๎๎จ๎๎ ๎๎ธ๎๎ด๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ต๎ข๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎๎บ๎
๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎ณ๎ก๎๎๎ต๎ข๎๎๎๎ข๎
๎ณ๎๎๎๎๎๎น๎๎๎๎๎๎น๎๎๎ฐ๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎ต๎
๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎ฏ๎๎พ๎๎ท๎๎๎ฎโJanganlah kamu khususkan malam Jumโat dengan shalat sunat dan jangan pula kamu khususkan hari Jumโat dengan berpuasa kecuali berbetulan dengan puasa wajib atau sunat yang dikerjakan pada hari itu.โ 7. Penolakan Nabi terhadap perbuatan Zainab binti Jahsy ๎๎
๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎ป๎๎๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎ฎ๎๎ณ๎ข๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎พ๎
๎ผ๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎๎ฒ๎๎ป๎๎ฝ๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎ด๎
๎๎
ญ๎ก๎๎ก๎๎ฟ๎๎๎๎ง๎๎๎๎ฒ๎
๎ฆ๎๎ท๎๎๎๎ฝ๎๎๎พ๎
๎ธ๎๎ท๎๎๎๎บ๎
๎๎๎ฅ๎๎๎๎บ๎
๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎ข๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎พ๎๎๎ข๎๎ท๎๎ก๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎ฒ๎
๎ฆ๎๎
ซ๎ก๎๎ฎ๎ก๎๎๎ณ๎ข๎๎ซ๎๎๎ก๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎ฒ๎
๎ฆ๎๎ท๎๎๎๎ค๎๎ผ๎
๎๎๎๎๎ณ๎๎ก๎๎ฟ๎๎๎๎ง๎๎๎
๎ฉ๎๎๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎
๎ช๎๎ฌ๎
๎ด๎๎ ๎๎ซ๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎๎๎๎๎๎ฝ๎๎
๎ด๎๎ท๎๎๎
๎ฒ๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎
๎ถ๎๎ฏ๎๎พ๎๎ท๎๎๎๎๎๎พ๎๎๎ข๎๎๎๎ป๎๎ก๎๎ฟ๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎
๎พ๎๎ ๎๎ฌ๎๎๎๎ด๎๎ง๎ฎ๎Dari Anas bin Mรขlik ra berkata โKetika Nabi Saw masuk mesjid tiba-tiba ada tali yang terikat di antara dua tiang. Nabi bertanya apa ini? Para sahabat menjawab itu milik Zainab ra yang digunakannya untuk berpegang apabila ia lelah shalat. Nabi bersabda โJangan seperti itu, lepaskan tali itu. Lakukanlah shalat semampu kalian ketika kuat, jika lelah duduklah istirahat.โ Dalam hadis ini Nabi melarang ijtihad atau kesungguhan yang berlebihan dalam beribadah, karena itu bisa menimbulkan masyaqqah atau mudarat, di samping juga bertentangan dengan hadis Nabi ๎พ๎ก๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎ป๎๎๎
๎ถ๎๎ฏ๎๎พ๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎ง๎๎
๎พ๎๎ซ๎
๎๎๎๎๎ด๎๎๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎๎ค๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ผ๎๎๎๎๎๎ต๎
๎๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎
๎น๎๎๎๎ง๎๎๎
๎ถ๎๎ฏ๎๎พ๎๎ท๎๎๎๎ก๎๎ฟ๎๎๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ข๎๎ป๎๎๎๎๎๎
๎๎๎
๎พ๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎๎ ๎๎ณ๎๎๎๎๎๎จ๎
๎ค๎๎ฌ๎
๎๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎พ๎๎๎๎จ๎๎ป๎ฎโJika salah seorang di antara kamu ngantuk ketika shalat maka tidurlah sampai hilang rasa ngantuknya, sebab jika kamu shalat dalam keadaan ngantuk barangkali bisa mencela diri sendiri mendoโakan tidak baik padahal ingin minta ampun.โ Selain hadis-hadis di atas masih banyak lagi hadis-hadis yang menunjukkan bagaimana sikap Nabi dalam menanggapi setiap perkara baru yang dilakukan oleh para sahabat. Jika perkara baru itu sesuai dengan ajaran Islam maka disetujui dan diterima oleh Nabi, bahkan dalam beberapa kasus mendapatkan apresiasi dari para Malaikat atau kabar gembira berupa surga atau keridaan Allah Swt terhadap amal tersebut, meskipun Nabi sendiri belum pernah melakukannya Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Shaum Bab Puasa pada Hari Jumโat, No. 1985. Muslim bin al-Hajjรขj, Shahรฎh Muslim, Kitรขb al-Shaum Bab Makruh Berpuasa Hanya Pada Hari Jumโat, No. 1148. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Tahajjud No. 1150. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Wudhศ No. 212. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 atau memerintahkannya secara khusus, namun amal tersebut masuk dalam dalil umum dari al-Qurโan atau hadis yang memerintahkan untuk memperbanyak melakukan kebaikan. Sebaliknya, jika hal baru itu bertentangan dengan ajaran Islam misalnya bertentangan dengan akidah Islam seperti kasus Muรขdz ra, atau menyebabkan kemudaratan dengan menyiksa diri seperti kasus Abศ Isrรขรฎl, atau berlebihan sehingga menimbulkan masyaqqah seperti kasus umm al-muโminรฎn Zainab ra maka itu ditolak oleh Nabi, dan itulah yang termasuk bidโah yang sesat. Pandangan Khulafรข Al-Rรขsyidรฎn terhadap Perkara-Perkara Baru Di dalam hadis Irbรขdh bin Sรขriyah di atas Nabi juga berpesan agar umat Islam berpegang kepada sunnah khulafรข al-rรขsyidรฎn. Sikap khulafรข al-rรขsyidรฎn dan para sahabat lainnya juga sama seperti sikap Nabi. Hal itu disebabkan karena mereka sangat mengikuti sunnah cara Nabi dalam setiap perbuatan, termasuk dalam hal menanggapi segala perkara baru yang terjadi di masa mereka. Berikut ini beberapa contoh tersebut 1. Ijtihad Umar ra dan persetujuan Abศ Bakar terhadap pembukuan al-Qurโan ๎บ๎๎๎พ๎
๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎ช๎๎ฅ๎ข๎๎ฏ๎๎๎๎
๎๎๎ข๎๎๎
๎ป๎๎๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ก๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎๎๎๎พ๎
๎ผ๎๎๎๎๎๎๎๎น๎ข๎๎ฏ๎๎๎๎๎
๎บ๎๎ธ๎๎ท๎๎๎๎ค๎๎ฌ๎๎ฐ๎๎๎๎๎๎๎
๎ท๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎๎ฒ๎๎๎
๎๎๎๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎ฅ๎๎๎๎ฒ๎๎ฌ๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎๎ฒ๎
๎ฟ๎๎๎๎๎๎จ๎๎ท๎ข๎๎ธ๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ฝ๎๎พ๎
๎ผ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎ฅ๎๎๎๎
๎น๎๎๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎๎ป๎ข๎๎ซ๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎
๎น๎๎๎๎๎๎ฒ๎
๎ฌ๎๎ฌ๎ณ๎ก๎๎๎
๎พ๎๎ซ๎๎๎๎๎๎ธ๎๎ฌ๎
๎๎ก๎๎๎๎ต๎
๎๎๎๎๎๎๎จ๎๎ท๎ข๎๎ธ๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎
๎ข๎๎ผ๎ณ๎ข๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ป๎๎๎๎๎
๎ป๎๎๎๎๎๎น๎๎๎๎๎๎๎๎ธ๎๎ฌ๎
๎๎๎๎๎๎๎ฒ๎
๎ฌ๎๎ฌ๎ณ๎ก๎๎๎๎ ๎ก๎๎๎๎ฌ๎ณ๎ข๎๎ฅ๎๎๎๎ง๎๎๎๎บ๎๎๎ก๎๎๎๎
ญ๎ก๎๎๎๎ค๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎
๎๎ฐ๎๎ฏ๎๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎๎น๎๎
๎๎๎ฌ๎ณ๎ก๎๎ข๎
๎ณ๎๎๎๎๎๎น๎๎๎๎๎๎ฝ๎๎๎ ๎๎ธ๎
๎ด๎๎ซ๎๎๎๎ป๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎น๎๎๎๎๎๎๎๎ธ๎
๎ด๎๎ซ๎๎๎๎น๎๎
๎๎๎ฌ๎ณ๎ก๎๎
๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎ฅ๎๎๎๎๎ช๎๎ด๎๎ซ๎๎๎๎๎๎ธ๎๎ ๎๎ณ๎๎๎พ๎๎๎ฆ๎
๎๎๎ฏ๎๎๎๎ฒ๎๎ ๎๎ง๎๎๎๎ข๎๎ ๎
๎๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎ณ๎๎๎๎พ๎๎ด๎๎ ๎๎จ๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎๎
๎๎๎ป๎๎๎
๎ถ๎๎ด๎๎ง๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎ผ๎๎ ๎๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎๎ง๎๎๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎๎ต๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎ฎ๎๎ณ๎๎๎๎ณ๎๎๎
๎๎๎
๎พ๎๎๎๎๎๎ช๎
๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎๎๎
๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎พ๎
๎๎๎๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎ช๎๎ฅ๎ข๎๎ฏ๎๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎๎๎ฝ๎๎พ๎
๎ผ๎๎๎๎๎๎๎๎ณ๎ข๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎ฐ๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎ฅ๎๎๎๎๎ฎ๎๎ป๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎ณ๎๎๎๎๎๎ฃ๎ข๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎ซ๎ข๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎ธ๎๎๎๎ฌ๎๎ป๎๎พ๎๎๎ช๎
๎ผ๎๎ฏ๎๎๎๎ค๎๎ฌ๎๎ฐ๎๎ซ๎๎๎๎๎
๎ท๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ฌ๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎น๎๎
๎๎๎ฌ๎ณ๎ก๎๎๎๎พ๎
๎ ๎๎ธ๎
๎ณ๎ข๎๎ง๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎ง๎๎๎
๎๎๎ณ๎๎๎๎ผ๎๎จ๎
๎ด๎๎ฏ๎๎๎๎ฒ๎๎ฌ๎๎ป๎๎๎๎ฒ๎๎ฆ๎๎ณ๎๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฆ๎๎
ช๎ก๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎น๎ข๎๎ฏ๎๎๎๎ฒ๎๎ฌ๎๎ฏ๎๎๎๎๎๎๎๎ด๎๎๎๎ข๎๎ธ๎๎ท๎๎๎๎ป๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎พ๎๎ฅ๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎๎๎
๎ธ๎๎ณ๎๎๎๎น๎๎
๎๎๎ฌ๎ณ๎ก๎๎๎๎ช๎๎ด๎๎ซ๎พ๎๎๎๎๎ฆ๎
๎๎๎ฏ๎๎๎๎น๎๎๎๎ ๎๎จ๎๎ซ๎๎ข๎๎ ๎
๎๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎ณ๎๎๎๎พ๎๎ด๎๎ ๎๎จ๎๎๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎๎
๎๎๎ป๎๎๎
๎ถ๎๎ด๎๎ง๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎ ๎๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎๎ต๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎
๎๎๎
๎พ๎๎๎๎
๎๎๎
๎ด๎๎ณ๎๎๎๎ต๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎พ๎๎ณ๎๎๎๎๎
๎พ๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎๎๎ช๎
๎ธ๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎ช๎
๎ ๎๎ฆ๎๎ฌ๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎น๎๎
๎๎๎ฌ๎ณ๎ก๎๎๎๎พ๎๎ ๎๎ธ๎
๎ณ๎๎๎๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎๎๎ข๎๎ซ๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ฅ๎ข๎๎ฌ๎๎ฏ๎๎๎ก๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎๎ ๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ณ๎๎๎ณ๎ก๎Hadis ini menceritakan adanya sesuatu yang baru yang belum pernah dilakukan oleh Nabi, yaitu pembukuan al-Qurโan dalam satu mushaf. Ide ini pada awalnya muncul dari Umar ra dan pada akhirnya disetujui oleh Khalรฎfah Rasศlillรขh Abศ Bakar ra dan Kรขtib al-Wahyi Zaid bin Tsรขbit dan sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan bahwa perkara baru, jika merupakan kebaikan sebagaimana yang dikatakan Umar ra โ ๎ฎ๎ซ๎๎ฏ๎ญ๎๎ฎ๎ด๎ง โ maka itu tidak sesat. Sebaliknya, itu merupakan sunnah mustanbathah dari cara sunnah Nabi Saw. 2. Ijtihad Umar ra dan ijmรข sahabat terhadap shalat tarawih berjamaโah ๎๎
๎บ๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ฆ๎๎๎๎๎๎บ๎๎ธ๎
๎ท๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎พ๎
๎ฆ๎๎๎๎๎๎
๎๎๎ข๎๎ฌ๎ณ๎ก๎๎๎๎พ๎๎ป๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎๎ช๎
๎ณ๎๎๎๎ป๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎ฃ๎ข๎
๎๎๎
ฌ๎ก๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎พ๎
๎ผ๎๎๎๎๎๎จ๎๎ด๎
๎๎๎ณ๎๎๎๎ง๎๎๎๎น๎ข๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎พ๎๎ด๎
๎๎๎
ญ๎ก๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎ง๎ก๎๎๎๎
๎ข๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎๎๎ก๎๎๎
๎๎๎๎๎๎๎น๎๎๎ซ๎๎๎๎จ๎๎ฌ๎๎ท๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎ณ๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎พ๎๎๎๎จ๎๎ผ๎๎ณ๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎ณ๎๎๎ณ๎ก๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎พ๎๎ซ๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎
๎ฟ๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎พ๎๎๎๎๎ป๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎
๎๎๎ณ๎๎๎๎ช๎
๎ ๎๎ธ๎๎ณ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎๎ข๎๎ซ๎๎๎๎พ๎๎ท๎ก๎๎๎๎๎๎น๎ข๎๎ฐ๎๎ณ๎๎๎๎ฒ๎๎ฐ๎
๎ท๎๎๎๎ฎ๎๎๎ถ๎๎ฏ๎๎๎๎ต๎๎๎๎๎๎๎
๎ถ๎๎๎๎ ๎๎ธ๎๎ด๎๎ง๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎ค๎
๎ ๎๎ฏ๎๎๎๎ถ๎๎ฏ๎๎๎๎ช๎
๎ณ๎๎๎๎ป๎๎๎๎พ๎๎ ๎๎ท๎๎๎๎จ๎๎ด๎
๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎
๎ป๎๎๎๎๎๎
๎ข๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎น๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎
๎ถ๎๎๎๎๎๎๎ข๎๎ซ๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎พ๎๎๎๎๎ถ๎
๎ ๎๎ป๎๎๎๎จ๎๎๎
๎พ๎๎ฆ๎ณ๎ก๎๎๎๎ฝ๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎ฌ๎
๎ณ๎ก๎๎๎๎๎๎น๎๎๎ท๎ข๎๎ผ๎๎๎๎ข๎๎๎
๎ผ๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎บ๎๎ท๎๎๎๎ฌ๎
๎ณ๎ก๎๎๎๎น๎๎๎ท๎๎๎ฌ๎๎๎๎ฎ๎๎๎พ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ป๎๎๎๎๎ฒ๎
๎๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎น๎ข๎๎ฏ๎๎๎๎๎๎
๎ข๎๎ผ๎ณ๎ก๎๎๎๎น๎๎๎ท๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎พ๎๎ณ๎๎๎๎๎Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb Tafsรฎr al-Qurโรขn No. 4679. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Bab Keutamaan Orang Yang Shalat Di Bulan Ramadhan No. 2010. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโah Hadis ini menceritakan adanya kreatifitas dalam shalat tarawih yang disampaikan oleh Umar bin al-Khaththรขb ra, yaitu shalat tarawih secara berjamaโah. Padahal pada masa Nabi hal itu tidak pernah dipraktekkan. Pendapat Umar ini pun disetujui oleh para sahabat sehingga mereka shalat tarawih dengan berjamaโah yang diimami oleh Ubay bin Kaab ra. 3. Ijtihad Utsmรขn ra perihal penambahan adzan Jumโat ๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎ข๎๎๎ณ๎ก๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎พ๎๎๎๎๎๎๎๎
๎น๎๎๎๎
๎๎๎
๎ณ๎ก๎๎๎๎ฝ๎ก๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎ฟ๎๎๎๎ฌ๎ณ๎ก๎๎๎๎ฎ๎๎ณ๎ข๎
๎ฐ๎ณ๎ก๎๎๎๎ต๎
๎๎๎๎๎๎๎จ๎๎ ๎๎ธ๎๎
ช๎ก๎๎๎๎น๎ข๎๎ธ๎๎ฐ๎๎๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎น๎ข๎
๎จ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎พ๎
๎ด๎ณ๎ก๎๎๎๎พ๎
๎ผ๎๎๎๎๎๎
๎๎ท๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎ฏ๎๎๎๎ฒ๎
๎ฟ๎๎๎๎๎๎จ๎๎ผ๎๎๎พ๎๎
ญ๎ก๎๎๎
๎ถ๎๎ณ๎๎๎๎๎
๎บ๎๎ฐ๎๎๎๎๎๎๎๎ฆ๎๎ผ๎ด๎๎ณ๎๎๎
๎ด๎๎๎๎๎๎
๎ก๎๎๎๎พ๎
๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎น๎
๎ฟ๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎
๎๎๎ฃ๎๎๎๎พ๎๎ท๎ก๎๎๎๎๎๎ฏ๎๎๎๎๎น๎ข๎๎๎๎บ๎๎๎ฟ๎๎๎๎ฌ๎ณ๎ก๎๎๎๎ต๎
๎๎๎๎๎๎๎จ๎๎ ๎๎ธ๎๎
ช๎ก๎๎๎๎
๎๎ท๎๎๎๎๎๎ด๎
๎ด๎๎๎๎๎๎ต๎ข๎๎ท๎๎๎ก๎๎๎๎๎ผ๎
๎ ๎๎๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎๎๎ฆ๎
๎ผ๎๎
ญ๎ก๎Dari hadis ini diketahui bahwa Utsmรขn bin Affรขn ra telah menambahkan adzan pada hari Jumโat, yaitu adzan yang pertama. Padahal, sebelumnya adzan hanya dua kali yaitu adzan dan Iqamah. Ijtihad ini dilakukannya karena banyaknya umat Islam di Madinah waktu itu, sehingga perlu untuk dipanggil ke Mesjid melalui adzan Penolakan Abศ Bakar terhadap wanita muslimah yang melaksanakan haji dengan tidak berbicara ๎๎
๎บ๎๎๎๎๎๎๎
๎๎๎ซ๎๎๎๎บ๎
๎ฅ๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎ต๎๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎๎๎๎ฒ๎๎ป๎๎ฝ๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎ฅ๎๎๎๎ด๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎
๎ท๎ก๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎๎๎๎ธ๎
๎ท๎๎๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎๎๎ข๎๎๎๎ณ๎๎๎๎ค๎๎ผ๎
๎๎๎๎๎ข๎๎ฟ๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎ฐ๎๎ซ๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎ข๎๎ท๎๎ข๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎ถ๎
๎ด๎๎ฐ๎๎ซ๎๎๎๎ณ๎ข๎๎ซ๎ก๎๎๎๎
๎ช๎๎ด๎๎ท๎๎๎๎จ๎๎ฌ๎๎ธ๎
๎๎๎ท๎๎๎๎ฑ๎ข๎๎ซ๎๎ข๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎ธ๎
๎ด๎๎ฐ๎๎ซ๎๎๎
๎น๎๎๎๎ง๎๎ก๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎๎
๎ฒ๎๎ธ๎๎๎๎ก๎๎๎๎ฟ๎๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎๎ฒ๎๎ธ๎๎๎๎๎๎จ๎๎๎๎ด๎๎ฟ๎ข๎๎
ช๎ก๎๎๎
๎ช๎๎ธ๎
๎ด๎๎ฐ๎๎ฌ๎๎ง ๎๎๎๎Dalam hadis ini disebutkan bahwa ada seorang perempuan yang tidak mau berbicara ketika melaksanakan ibadah haji. Abศ Bakar kemudian menegurnya dan menyuruhnya agar berbicara, karena perbuatannya tadi merupakan kebiasaan orang-orang jahiliyah, sehingga ia pun berbicara. Penutup Term bidโah secara bahasa berarti sesuatu yang baru. Makna secara bahasa inilah yang dimaksud oleh Amรฎr al-Muโminรฎn Umar bin al-Khaththรขb ra dalam perkataannya๎ โ๎ฝ๎๎ฟ๎๎จ๎๎พ๎ฆ๎ณ๎ก๎๎ช๎ธ๎ ๎ปโ ketika menyaksikan jamaโah shalat tarawih di Madinah. Dengan makna bahasa ini juga para ulama membagi bidโah kepada bidโah hasanah dan bidโah qabรฎhah seperti klasifikasi imam al-Syรขfiโi, atau klasifikasi Izz al-Dรฎn Ibn Abd al-Salรขm yang membagi bidโah kepada bidโah wajib, sunat, mubah, makruh, dan haram. Adapun bidโah yang dimaksud Nabi sesat di dalam hadisnya ialah bidโah dalam pengertian syaraโ. Bidah syariyyah ialah suatu perkara dalam masalah agama yang bertentangan dengan ajaran Islam. Makna ini dengan jelas dapat dipahami dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh umm al-muโminรฎn Aisyah ra ๎พ๎๎
๎บ๎๎ท๎๎๎๎ญ๎๎พ๎
๎ท๎๎๎๎๎๎ง๎๎ข๎๎ป๎๎๎
๎ท๎๎๎๎ก๎๎๎๎ฟ๎๎ข๎๎ท๎๎๎๎๎
๎๎๎ณ๎๎๎๎พ๎
๎ผ๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎ฝ๎๎๎ฎDalam hadis ini disebutkan bahwa perkara baru dalam masalah agama yang tidak ada asal atau sumbernya dari agama itu tertolak. Dengan demikian, jika hal baru itu bukan masalah agama, misalnya masalah dunia maka itu tidak tertolak. Begitu juga jika hal baru dalam masalah agama namun berasal dari petunjuk atau dalil agama baik al-Qurโan atau hadis maka itu juga tidak tertolak. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Jumuah Bab Muadzdzin Pada Hari Jumโat No. 913. Lihat Abศ al-Abbรขs Ahmad bin Muhammad bin Abรฎ Bakar al-Qustullรขniy, Irsyรขd al-Sรขriy Mesir Maktabat al-Amรฎriyyah, 1323 H, jld II 178. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb Manรขqib al-Anshรขr Bab Kejadian-Kejadian Masa Jahiliyah No. 3834. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Shulh No. 2697 dan Muslim bin al-Hajjรขj, Shahรฎh Muslim, Kitรขb al-Aqdiyyah No. 1718. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 Makna di atas menjadi lebih jelas dengan sikap Nabi dan para sahabat sesudahnya dalam menghadapi setiap hal baru. Ternyata tidak semuanya ditolak atau dianggap sesat. Jika hal baru itu sesuai dengan ajaran Islam, meskipun sumbernya dari dalil atau petunjuk yang umum dan Nabi tidak pernah mengerjakannya dan juga tidak pernah memerintahkan secara khusus, maka itu tidak termasuk bidโah. Apalagi jika hal baru itu merupakan suatu kebaikan dan kemaslahatan. Sebaliknya, jika hal baru itu bertentangan dengan ajaran Islam, seperti bertentangan dengan akidah Islam, atau bisa menyebabkan kemudaratan, atau berlebihan yang menyebabkan masyaqqah, maka itulah yang dinamakan bidโah, yang di dalam hadis Nabi disebut sesat. [ ] DAFTAR PUSTAKA Al-Asqalรขniy, Ahmad bin Aliy bin Hajar. Fath al-Bรขriy. Beirut Dรขr al-Marifah. 1379 H. Al-Bukhรขriy, Abศ Abdillรขh Muhammad bin Ismรขรฎl. Shahรฎh al-Bukhรขriy. Damaskus Dรขr Thauq al-Najรขh. 1422 H. Al-Haddรขd, Abdullรขh Mahfศz. al-Sunnat wa al-Bidah. Damaskus Dรขr al-Qalam. 1992 M/1413 H. Al-Naisรขbศriy, Abศ al-Husayn Muslim bin al-Hajjรขj. Shahรฎh Muslim. Beirut Dรขr Ihyรข al-Turรขts. Al-Nawรขwiy, Muhyi al-Dรฎn Yahyรข bin Syaraf. al-Minhรขj fรฎ Syarh Shahรฎh Muslim bin al-Hajjรขj. Beirut Dรขr Ihyรข al-Turรขts al-Arabiy. 1392 H. Al-Qaradhawiy, Yศsuf. al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah. Kairo Maktabah Wahbah. 1991 M/1411 H. Al-Qazwainiy, Ibnu Mรขjah Abศ Abdillรขh Muhammad bin Yazรฎd. Sunan Ibni Mรขjah, tahqรฎq Syuโaib al-Arnรขuth. Damaskus Dรขr al-Risรขlah. 2009 M/1430 H. Al-Qustullรขniy, Abศ al-Abbรขs Ahmad bin Muhammad bin Abรฎ Bakar. Irsyรขd al-Sรขriy. Mesir Maktabat al-Amรฎriyyah. 1323 H. Al-Rรขziy, Abศ al-Husayn Ahmad bin Fรขris. Mujam Maqรขyรฎs al-Lughah. Beirut Dรขr al-Fikr. 1979 M/1399 H. Al-Syaibรขniy, Abศ Abdillรขh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syuaib al-Arnรขuth Beirut Muassat al-Risรขlah. 2001 M/1421 H. Al-Syaqรฎriy, Muhammad Abd al-Salรขm Khadir. al-Sunan wa al-Mubtadaโรขt al-Mutaโalliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber Jakarta Qisthi Press. 2005. ... Begitupun juga sebaliknya. Araby, 2016 Untuk menghindar dari bid"ah yang sesat bid"ah sayyiah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan di dalam mengkaji nash sehingga dipoeroleh makna yang benar dan maslahat. Hal-hal itu adalah sebagai berikut ...RuslanRasyidah ZainuddinKeragaman pemahamanan keagamaan merupakan bagian dari realitas sosial yang diakibatkan oleh perbedaan metode dalam menafsirkan teks-teks suci agama. Salah satu konsep dalam Islam yang selalu menuai kontroversi interpretasi adalah istilah Bidโahโ yang kemudian berujung pada lahirnya beragam perilaku beragama di kalangan umat muslim sendiri. Artikel ini mengkaji secara konsepsional mengkaji variasi interpretasi terhadap istilah Bidโahโ sebagai awal mula munculnya variasi beragama di kalangan umat muslim khususnya di Indonesia. Artikel ini menggunakan kajian literatur teks keagamaan Islam yaitu A-Qurโan dan Hadits terkait konsep Bidโah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan paradigma berpikir dalam memahami dan menginterpretasi teks-teks suci agama berdampak terhadap perilaku beragama. Unsur-unsur perbedaan paradigma tersebut antara lain aspek historis ayat dan hadits, aspek sosial dan budaya lokalitas, aspek linguistikHayyan Ahmad Ulul AlbabMuhammad AsroriMohammad LuthfillahPemahaman bidโah menjadi sebuah perbedaan yang harus diluruskan. Perbedaan itu terkungkung pada kata-kata sesat dan tidak sejalan dengan Nabi SAW. Padahal pemahaman yang dangkal tersebut bisa diatasi dengan cara membaca secara mendalam konsep bidโah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemahaman mahasiswa tentang bidโah dan mengeksplorasi makna bidโah yang sesuai dengan ahlussunnah wal jamaah an nahdliyah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Teknik pengumpulan datanya dengan Observasi, dan Wawancara. Analisis penelitiannya menggunakan lima-tahap siklus analisis data kualitatif yaitu 1 Compiling 2 Disassembling, 3 Reassembling and Arraying, 4 Interpreting and 5 Concluding. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Pemahaman konsep bidโah mahasiswa secara umum telah sampai pada istilah sesuatu yang baru yang tidak ada di zaman Rasulullah SAW. Istilah tersebut tentunya ditambahkan dengan pemahaman lain tentang bidโah hasanah dan bidah dholalah. Kedua macam bidโah telah dipahami mahasiswa sebagai sesuatu yang baru dan tidak menyalahi syariat Islam masuk pada bidโah hasanah, sementara itu bidโah dholalah diartikan mereka sebagai sesuatu yang baru yang menyalahi atau bertentangan dengan syariat bin 'Aliy bin HajarAl-' AsqalรขniyAl-'Asqalรขniy, Ahmad bin 'Aliy bin Hajar. Fath al-Bรขriy. Beirut Dรขr al-Ma'rifah. 1379 li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah. Kairo Maktabah WahbahYศsuf Al-QaradhawiyAl-Qaradhawiy, Yศsuf. al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah. Kairo Maktabah Wahbah. 1991 M/1411 Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syu'aib al-Arnรขuth etAl-SyaibรขniyBeirutAl-Syaibรขniy, Abศ 'Abdillรขh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syu'aib al-Arnรขuth Beirut Muassat al-Risรขlah. 2001 M/1421 al-Salรขm Khadir. al-Sunan wa al-Mubtada'รขt al-Muta'alliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber etMuhammad ' Al-SyaqรฎriyAl-Syaqรฎriy, Muhammad 'Abd al-Salรขm Khadir. al-Sunan wa al-Mubtada'รขt al-Muta'alliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber Jakarta Qisthi Press. Mahfศz. al-Sunnat wa al-Bid'ah. Damaskus Dรขr al-Qalam. 1992 M/1413 HAl-HaddรขdAl-Haddรขd, 'Abdullรขh Mahfศz. al-Sunnat wa al-Bid'ah. Damaskus Dรขr al-Qalam. 1992 M/1413 H.
Pertanyaan Soal Bidโah 1Assalamuโalaikum wr. wb. Saya ingin menanyakan, bagaimana sikap kita bila di lingkungan tempat tinggal kita ini meskipun orang-orangnyasangat religius, tetapi sering kali membidโahkan hal-hal yang sudah baik seperti yasinan, tahlilan, sholawatan, dzikir bersama setelah sholat, dsbKemudian saya tanyakan, beberapa tahun terakhir saya sering membaca buku-buku sufistik, mengingat ayah saya juga mengikuti Thariqot Qadiriah di Bandung, namun sampai saat ini saya belum mengikuti thariqat, ada rasa ragu apakah saya bisa menjalani riyadhah seperti yang ayah saya lakukan saya rasa sangat berat. Saat ini saya tinggal dan bekerja di Tangerang, dan orang tua saya menganjurkan untuk belajar mengaji di Tangerang saja. Mohon bantuannya, adakah thariqat yang lebih ringan di Tangerang? Terima kasih banyak sebelumnya. wr. Purnama -0812185xxxxxPertanyaan Soal Bidโah 2Assalamuโalaikum wr. wb. Pak Kyai yang saya hormati afwan saya Ruli dari Tanggerang mau tanya tentang bidโah. Apakah benar anggapan kelompok Wahabi setiap bidโah itu adalah sesat dan sesat itu adalah tempat neraka? Bagaimana menurut Pak Kyai tentang hal diatas? Terima kasih. Wassalamualaikum wr. yang menjadi tradisi kebaikan di kalangan ummat Islam seperti Yasinan, Tahlil, wirid sehabis sholat, bukan sesuatu yang bidโah. Tetapi adalah Sunnah Hasanah seperti dalam hadits Nabi Saw, โMan sanna sunnatan hasanatanโฆdstโ. Jika disebut Bidโah maka bukan Bidโah Dholalah hal baru yang sesat, tetapi Bidโah hasanah tradisi baru yang baik, yang sesungguhnya menjabarkan kandungan Al-Qurโan dan Sunnah Nabi tidak usah bingung. Karena mereka belum tahu tentang pengetahuan agama secara dalam. Memahami Al-Qurโan dan Hadits serta praktek ibadah Nabi Saw, tidak segampang membaca formalitas teks Al-Qurโan dan Sunnah. Ada namanya Ijtihad yaitu memahami Al-Qurโan dan Sunnah menurut pemikiran maksimal dengan syarat-syarat-nya, yang dilakukan oleh para Sahabat, Tabiโiin hingga para Ulama Mujtahidin. Seluruh tatacara ibadah kita saat ini, tanpa adanya para sahabat, tabiโiin dan mujtahidin, pasti kita akan gagal memahami Nabi saat ini banyak orang melakukan Ijtihad, tetapi tidak memenuhi syarat ijtihad, sehjingga ijtihadnya malah menyesatkan dirinya dan orang lain, lalu membidโahkan sana sini. Dalam setiap zaman golongan seperti itu selalu ada, kita sangat kasihan sekali terhadap mereka ini, karena semangat besar, cara dan jalannya yang salah. Yang terjadi adalah Nafsu Ijtihad. NahโฆMisalnya kalau Allah Swt memerintahkan anda makan singkong, apakah anda akan makan singkong dengan mentah-mentah tanpa dimasak, tanpa dikupas, tanpa dicuci?Kalau ketika anda mengupas kulitnya, disebut bidโah? Merebus singkong itu juga bidโah? Membuat pati songkong juga bidโah? Inilah perlunya berakal sehat dan pemikiran yang benar, dalam bidโah yang dholalah saja yang disebut bidโah neraka. Zaman Nabi sholat tarawih tidak dibatasi jumlah rokaatnya. Tetapi sejak zaman Khalifah Umar hingga sekarang ini, sholat tarawih di masjidil Haram dan Masjid Nabawi, 20 rekaat. Itulah Bidโah Hasanah bidโah yang sangat bagus.Ikuti pengajian tasawuf di Tangerang di Gedung MUI Tangerang seperti dalam jadwal di atau di Majalah Cahaya Sufi, agar ada pencerahan dalam diri anda dan sekaligus membebaskan bebas psikologis anda.
Dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jamaโah karya Hadratusy Syeikh Hasyim Asyโari, istilah "bidโah" ini disandingkan dengan istilah "sunnah". Seperti dikutip Hadratusy Syeikh, menurut Syaikh Zaruq dalam kitab Uddatul Murid, kata bidโah secara syaraโ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW,โ Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami agama yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolakโ. Nabi juga bersabda,โSetiap perkara baru adalah bidโahโ. Menurut para ulamaโ, kedua hadits ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bidah, karena mungkin saja ada perkara baru dalam urusan agama, namun masih sesuai dengan ruh syariโah atau salah satu cabangnya furuโ. Bidโah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada sebelumnya, sebagaimana firman Allah ุจูุฏูููุนู ุงูุณููู
ูุชู ููุงููุงูุฑูุถู โAllah yang menciptakan langit dan bumiโ. Al-Baqarah 2 117. Adapun bidโah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulamaโ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. Timbul suatu pertanyaan, Apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulamaโ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. pasti jeleknya? Jawaban yang benar, belum tentu! Ada dua kemungkinan; mungkin jelek dan mungkin baik. Kapan bidโah itu baik dan kapan bidโah itu jelek? Menurut Imam Syafiโi, sebagai berikut; ุงูููุจูุฏูุนูุฉู ูุจุฏูุนูุชูุงูู ู
ูุญูู
ูููุฏูุฉู ููู
ูุฐูู
ูููู
ูุฉู, ููู
ูุงููุงูููู ุงูุณูููููุฉู ู
ูุญูู
ูููุฏูุฉู ููู
ูุงุฎูุงููููููุง ูููููู ู
ูุฐูู
ูููู
ูุฉู โBidโah ada dua, bidโah terpuji dan bidโah tercela, bidโah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bidโah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercelaโ. Sayyidina Umar Ibnul Khattab, setelah mengadakan shalat Tarawih berjamaโah dengan dua puluh rakaโat yang diimami oleh sahabat Ubai bin Kaโab beliau berkata ููุนูู
ูุชู ุงููุจูุฏูุนูุฉู ูุฐููู โSebagus bidโah itu ialah iniโ. Bolehkah kita mengadakan Bidโah? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita kembali kepada hadits Nabi SAW. yang menjelaskan adanya Bidโah hasanah dan bidโah sayyiah. ู
ููู ุณูููู ููู ุงููุงูุณููุงูู
ู ุณููููุฉู ุญูุณูููุฉู ูููููู ุฃูุฌูุฑูููุง ููุฃูุฌูุฑู ู
ููู ุนูู
ููู ุจูููุง ู
ููู ุบูููุฑู ุงููู ููููููุตู ู
ููู ุฃูุฌูููุฑูููู
ู ุดูููุฆูุง ููู
ููู ุณูููู ููู ุงููุงูุณููุงูู
ู ุณููููุฉู ุณูููุฆูุฉู ููุนููููููู ููุฒูุฑูููุงููููุฒูุฑู ู
ููู ุนูู
ููู ุจูููุง ู
ููู ุบูููุฑูุงููู ููููููุตู ู
ููู ุฃูููุฒูุงุฑูููู
ู ุดูููุฆูุง. ุงููุงุฆู, ุฌ 5ุต 76. โBarang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit punโ. Apakah yang dimaksud dengan segala bidโah itu sesat dan segala kesesatan itu masuk neraka? ููููู ุจูุฏูุนูุฉู ุถููุงู ููุฉู ููููููู ุถููุงู ููุฉู ููู ุงููููุงุฑู โSemua bidโah itu sesat dan semua kesesatan itu di nerakaโ. Mari kita pahami menurut Ilmu Balaghah. Setiap benda pasti mempunyai sifat, tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat, sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk. Mari kita kembali kepada hadits. ููููู ุจูุฏูุนูุฉู ุถููุงู ููุฉู ููููููู ุถููุงู ููุฉู ููู ุงููููุงุฑู โSemua bidโah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk nerakaโ. Bidโah itu kata benda, tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas; dalam Ilmu Balaghah dikatakan, ุญุฏู ุงูุตูุฉ ุนูู ุงูู
ูุตูู โmembuang sifat dari benda yang bersifatโ. Seandainya kita tulis sifat bidโah maka terjadi dua kemungkinan Kemungkinan pertama ููููู ุจูุฏูุนูุฉู ุญูุณูููุฉู ุถููุงู ููุฉู ููููููู ุถููุงู ููุฉู ููู ุงููููุงุฑู โSemua bidโah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk nerakaโ. Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil. Maka yang bisa dipastikan kemungkinan yang kedua ููููู ุจูุฏูุนูุฉู ุณูููุฆูุฉู ุถููุงู ููุฉู ููููููู ุถููุงู ููุฉู ููู ุงููููุงูุฑ โSemua bidโah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk nerakaโ. -KH. Nuril Huda, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama LDNU dalam "Ahlussunnah wal Jama'ah Aswaja Menjawab", diterbitkan oleh PP LDNU
pertanyaan tentang bid ah